PROPOSAL
PADA
SISWA KELAS VII SMP N 1 CANDUANG KAB. AGAM DALAM
PEMBELAJARAN
MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN INKUIRI
Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran
Matematika
Oleh:
SUSI
FITRI
NIM. 2410.008
Dosen Pembimbing
M. Imamuddin, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2013M / 1434 H
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematika Pada Siswa Kelas VIII Smp N 1 Canduang Kab. Agam
Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Inkuiri”.
Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
terstruktur pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran
Matematika.
Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis
mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab
itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus kepada :
1. Ibunda tercinta
yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
2. Bapak M.
Imamuddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada mata kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
3. Rekan-rekan yang
senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan, masukan, kritikan dan
saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan
menjadi amal ibadah bagi Ibunda, Bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh
balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya.
Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai
sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya pendidikan
matematika.
Bukittinggi, Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
........................................................................................... ..1
B. Identifikasi
Masalah................................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah.................................................................................................. 8
D. Perumusan
Masalah..................................................................................................
..7
E. Tujuan Penelitian........................................................................................................ 7
F. Defenisi
Operasional.................................................................................................
8
G. Manfaat Penelitian...................................................................................................... 9
BAB II : LANDASAN TEORIA.
A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
Matematika..........................................................10
B. Hakikat Kemampuan Komunikasi Matematika..........................................................14
C. Pendekatan Inkuiri...................................................................................................... 21
D. Kerangka Berpikir.......................................................................................................31
E. Hipotesis Penelitian.....................................................................................................32
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian..........................................................................................................33
B. Rancangan
Penelitian................................................................................................33
C. Populasi dan
Sampel.................................................................................................34
D. Variabel dan
Data.....................................................................................................
38
E. Prosedur
Penelitian...................................................................................................
40
F. Instrumen
Penelitian.................................................................................................50
G. Teknik Analisa
Data.................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern dan penting dalam berbagai disiplin ilmu serta
mampu mengembangkan daya pikir manusia. Bagi dunia keilmuan, matematika
memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi
secara cermat dan tepat. Dapat dikatakan bahwa perkembangan pesat di bidang
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
matematika. Penguasaan matematika yang kuat sejak dini diperlukan siswa untuk
menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan. Oleh karena itu, mata
pelajaran matematika perlu diajarkan di setiap jenjang pendidikan untuk
membekali siswa dengan mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa matematika
dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika untuk memperjelas suatu
keadaan atau masalah.
Matematika sebagai salah satu ilmu yang
harus dipelajari di setiap jenjang pendidikan tersebut mempunyai objek yang
bersifat abstrak. Sejatinya keabstrakan sifat objek matematika merupakan letak
dari kekuatan yang ada dalam matematika itu sendiri, yang memungkinkan dapat
diterapkan dalam berbagai konteks[1]. Pembelajaran
matematika yang ada di sekolah diharapkan menjadi suatu kegiatan yang
menyenangkan bagi siswa dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran sehingga siswa akan selalu termotivasi dan tidak merasa bosan
dengan pembelajaran matematika.
Pada tahun ajaran baru 2006, Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) memutuskan untuk menggunakan kurikulum baru yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada semua sekolah baik negeri
maupun swasta. Hal ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan pada
masing-masing satuan pendidikan. Oleh karenanya, proses pembelajaran matematika
di sekolah saat ini harus sejalan dengan KTSP yang proses pembelajarannya lebih
memusatkan pada siswa (student centered learning) dan guru berperan
sebagai fasilitator. Dengan mengacu pada KTSP ini, diharapkan pembelajaran
matematika benar-benar menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, bukan
sebagai objek pembelajaran sehingga dapat menjadi suatu kegiatan pembelajaran
yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa[2].
Adapun tujuan pembelajaran matematika menurut
Depdiknas (2007), yaitu agar siswa memiliki kemampuan:
1. memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah;
2. mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas
masalah;
3. menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
4. memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
5. memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, grafik, atau gambar merupakan salah satu
kemampuan dasar komunikasi matematika. Matematika dalam ruang lingkup
komunikasi secara umum mencakup keterampilan atau kemampuan menulis, membaca,
diskusi, dan wacana. Kemampuan komunikasi matematika menurut Ujang Wihatma
(2004) meliputi:
1.
kemampuan memberikan alasan rasional
terhadap suatu pernyataan.
2.
kemampuan mengubah bentuk uraian ke
dalam model matematika.
3.
kemampuan mengilustrasikan ide-ide
matematika dalam bentuk uraian yang relevan.
Membangun komunikasi matematika menurut The
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), dapat memberikan
manfaat pada siswa berupa:
1. memodelkan
situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar.
2. merefleksi
dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam
berbagai situasi,
3. mengembangkan
pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan
definisi-definisi dalam matematika,
4. menggunakan
keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan
mengevaluasi gagasan matematika,
5. mengkaji
gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan.
6. memahami
nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika.
Berdasarkan observasi pembelajaran matematika di
kelas VII-B SMP N 1 candung. diperoleh keterangan bahwa pembelajaran pada
umumnya bersifat konvensional. Tampak bahwa pembelajaran belum berpusat pada
siswa (student centered learning). Siswa menerima materi yang
disampaikan oleh guru secara aktif dengan mencatat dan tanpa ada satupun siswa
yang mengajukan pendapat atau bertanya secara lisan terkait dengan materi
tersebut. Jika mempelajari silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang digunakan dalam pembelajaran matematika di SMP N 1 candung Yogyakarta memang
komponen-komponennya sudah mengacu pada KTSP. Akan tetapi, kejadian esensial
yang ada di lapangan siswa masih berperan sebagai objek pembelajaran, belum
sebagai subjek pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan masih terbatas
pada metode ceramah sehingga siswa tampak pasif selama proses pembelajaran
berlangsung.
Dari hasil wawancara dengan guru matematika kelas
VII-B SMP N 1 candung, juga diperoleh keterangan bahwa pada dasarnya sebagian besar
siswa sudah mempunyai minat yang cukup besar untuk belajar matematika. Namun,
kemampuan siswa akan komunikasi matematika masih tergolong rendah.
Menurut guru tersebut, kurangnya kemampuan
komunikasi matematika siswa itu dapat dilihat dari :
1. ketika
dihadapkan pada suatu soal cerita, siswa tidak terbiasa menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal sebelum menyelesaikannya, sehingga
siswa sering salah dalam menafsirkan maksud dari soal tersebut
2. siswa
masih kurang paham terhadap suatu konsep matematika, hal ini tampak bahwa
sebagian besar siswa masih kesulitan dalam menggunakan konsep himpunan dalam
pemecahan masalah
3. kurangnya
ketepatan siswa dalam menyebutkan simbol atau notasi matematika, hal ini tampak
bahwa sebagian besar siswa masih belum bisa membedakan antara simbol untuk
irisan himpunan dengan simbol untuk gabungan himpunan
4. adanya
rasa enggan dan sikap ragu-ragu siswa untuk sesekali mengungkapkan atau
mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika baik melalui gambar, tabel,
grafik, atau diagram, sehingga hal ini menyebabkan siswa masih sering mengalami
kesulitan untuk membaca diagram venn.
Dari informasi yang diperoleh, maka dapat diketahui
bahwa tingkat kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B SMP N 1 candung
masih relatif rendah.
Untuk menumbuhkan kemampuan komunikasi matematika
ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan yang dapat mendukung serta
mengarahkan siswa pada kemampuan untuk berkomunikasi matematika, sehingga siswa
lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan
matematikanya. Strategi pembelajaran yang dapat dirancang yaitu dengan menerapkan
metode, model, atau pendekatan pembelajaran yang relevan. Hari Suderadjat
(2004: 8) menyebutkan bahwa proses pembelajaran yang lebih didominasi pada cara
penyampaian informasi (transfer of knowledge) dan cenderung sebagai
proses menghafalkan teori tanpa memahaminya (verbalism) maka akan
menyebabkan tujuan pembelajaran tidak tercapai. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran
yang berpusat pada siswa, yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran
dan guru sebagai fasilitator.
Suatu strategi pembelajaran efektif yang dapat
diterapkan untuk menumbuhkan kemampuan komunikasi matematika ini salah satunya
adalah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri ini berpusat pada siswa sehingga siswa benar-benar terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran. Adanya keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran tersebut mampu mendorong siswa untuk mendapatkan suatu pemahaman
konsep atau prinsip matematika yang lebih baik sehingga siswa akan lebih
tertarik terhadap matematika. Dalam pembelajaran ini, siswa dibimbing untuk
dapat mempergunakan atau mengkomunikasikan ide-ide matematikanya, konsep, dan
keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan suatu pengetahuan baru.
Setiap siswa berkesempatan untuk memikirkan permasalahan yang telah disajikan
oleh guru atau permasalahan yang muncul dari siswa sendiri sehingga siswa akan
mampu mengkaji permasalahan tersebut dan mampu untuk menemukan konsep atau
prinsip matematika melalui beberapa proses serta bimbingan guru sebatas yang
diperlukan saja.
Beberapa keterampilan proses yang dapat ditempuh
siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri ini diantaranya adalah:
1. siswa
merumuskan atau mengembangkan suatu hipotesis dari permasalahan yang disajikan
2. siswa
dapat memodelkan permasalahan yang telah disajikan tersebut dengan lisan atau
tulisan.
3. siswa
menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematikanya.
4. siswa
mengkaji gagasan matematika tersebut melalui konjektur dan alasan yang
meyakinkan.
5. siswa
mengonstruksi pengetahuan yang dimiliki secara terbuka untuk membuktikan
kebenaran hipotesis yang diajukan.
Dari keterampilan proses tersebut siswa akan mampu
menarik suatu kesimpulan dari permasalahan yang ada dan mampu untuk mengkomunikasikannya
secara terbuka baik secara lisan maupun tulisan. Jadi, melalui pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri ini siswa akan lebih aktif, kreatif serta lebih
terampil dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematikanya.
Dari permasalahan yang ada, peneliti merasa tertarik
untuk bekerjasama dengan guru matematika SMP N 1 candung untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika siswa kelas VII-B dalam pembelajaran matematika dengan
pendekatan inkuiri. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri ini mempunyai
prosedur yang ditetapkan secara langsung untuk memberi siswa kesempatan
berfikir, berkreativitas, merumuskan hipotesis dan menarik kesimpulan.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka
dapat diidentifikasikan beberapa masalah sabagai berikut:
1. Kemampuan
komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP 1 candung selama proses
pembelajaran matematika masih relatif rendah.
2. Pembelajaran
masih bersifat konvensional dan dominan pada metode ceramah.
3. Keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran kurang maksimal karena peran siswa masih
sebagai objek pembelajaran, belum sebagai subjek pembelajaran
C. Pembatasan
Masalah
Penelitian ini dibatasi pada psoses pembelajaran
matematika dengan pendekatan inkuiri sebagai upaya meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung pada materi keliling
dan luas segitiga dan segiempat.
D. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diajukan adalah:
1. Bagaimana
proses pelaksanaan pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri sebagai
upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1
candung?
2. Bagaimana
peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1
candung setelah dilaksanakan pembelajaran matematika melalui pendekatan
inkuiri?
E. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1.
Mendeskripsikan proses pelaksanaan pembelajaran
matematika melalui pendekatan inkuiri sebagai upaya meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung Kab. Agam.
2.
Meningkatkan kemampuan komunikasi
matematika siswa kelas VII-B di SMP N dalam pembelajar1 candung Kab. Agam an
matematika melalui pendekatan inkuiri.
F.
Definisi
Operasional
Agar tidak
terjadi kesalah pahaman dalam memahami skripsi ini, peneliti akan menjelaskan
beberapa istilah sebagai berikut:
2.
komunikasi merupakan
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami[4].
3.
Inkuiri
adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri[5].
G. Manfaat
Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan
kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung Kab. Agam dalam
pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri.
2. Memberdayakan
peran guru matematika SMP N 1 candung Kab. Agam dalam menerapkan dan
mengoptimalkan proses pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri.
3. Bagi
peneliti, mampu memahami pelaksanaan pembelajaran matematika melalui pendekatan
inkuiri, sehingga tidak sekedar mengetahui teorinya saja.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika
Dalam suatu proses pembelajaran, adanya
unsur proses belajar memegang peranan yang penting. Kegiatan pembelajaran akan
bermakna jika didukung oleh adanya kegiatan belajar siswa. Belajar bukan suatu
tujuan, tetapi belajar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan[6].
Belajar merupakan proses perubahan
tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman, sedangkan
pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar
program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian proses
belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan proses
pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa
perilaku[7].
Hakikat belajar menurut teori kognitif
dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan
informasi, reorganisasi, perseptual, dan proses internal. Asri Budiningsih
(2008: 58) menyatakan bahwa belajar menurut pandangan konstruktivistik
merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan baru. Pembentukan pengetahuan
baru ini harus dilakukan oleh siswa. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari. Siswa dipandang memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan
baru tersebut berdasarkan proses interaksi terhadap pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya.
Sehubungan dengan hal di atas, ada dua
prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivistik. Pertama,
pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh
struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan
membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki siswa. Kedua
prinsip tersebut menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungannya. Secara spesifik Herman Hudojo (1990: 4)
mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu apabila belajar
itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk
mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu
dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori
belajar konstruktivisme, terdapat sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran
matematika, yaitu:
1.
siswa mengkonstruksi
pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
2.
matematika menjadi lebih
bermakna karena siswa mengerti.
3.
strategi siswa lebih
bernilai.
4.
siswa mempunyai kesempatan
untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan
temannya.
Pada hakikatnya pembelajaran matematika
adalah membangun pengetahuan matematika. Proses pembelajaran matematika
merupakan pembentukan lingkungan belajar yang dapat membantu siswa untuk
membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika berdasarkan
kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi (Nicson yang dikutip oleh
Rusdy, 2004).
Dalam pembelajaran matematika, para siswa
dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat
yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Selanjutnya,
dengan abstraksi tersebut para siswa dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan
atau kecenderungan berdasarkan kepada pengalaman atau pengetahuan yang
dikembangkan melalui contoh-contoh khusus (generalisasi)[8].
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
matematika, perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1.
mengkondisikan siswa untuk
menemukan kembali rumus, konsep atau prinsip dalam matematika melalui bimbingan
guru agar siswa terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu.
2.
dalam setiap pembelajaran,
guru hendaknya memperhatikan penguasaan materi prasyarat yang diperlukan.
3.
pendekatan pemecahan masalah
merupakan fokus dalam pembelajaran matematika, yang mencakup masalah tertutup
(mempunyai solusi tunggal) dan masalah terbuka (masalah dengan berbagai cara
penyelesaian).
Adapun ciri-ciri pembelajaran matematika
dalam pandangan konstruktivistik menurut Herman Hudojo yang dikutip oleh Rusdy
(2004) adalah sebagai berikut:
4.
Menyediakan pengalaman
belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa
sehingga belajar dilakukan melalui proses pembentukan pengetahuan.
5.
Menyediakan berbagai
alternatif pengalaman belajar, misalnya pemberian masalah yang dapat
diselesaikan dengan berbagai cara.
6.
Mengintegrasikan
pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman
konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep matematika melalui kenyataan
kehidupan sehari-hari.
7.
Mengintegrasikan
pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang
dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama
antara siswa dengan guru ataupun siswa dengan siswa.
8.
Memanfaatkan berbagai media
termasuk komunikasi lisan dan tertulis, sehingga pembelajaran menjadi lebih
efektif.
9.
Melibatkan siswa secara
emosional dan sosial sehingga matematika menjadi menarik dan siswa lebih
semangat untuk mempelajarinya.
Berdasarkan uraian tentang belajar dan
pembelajaran matematika di atas, maka dapat diartikan bahwa belajar matematika
merupakan proses aktif dari siswa untuk membangun pengetahuan matematika,
sedangkan pembelajaran matematika berarti membangun pengetahuan matematika.
Melalui pembelajaran matematika, siswa akan mampu mengkonstruksi suatu
pengetahuan baru berdasarkan proses interaksi terhadap pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya.
B. Hakikat Kemampuan Komunikasi Matematika
1.
Kemampuan Komunikasi
Matematika
Kata komunikasi berasal dari kata communication
yang dalam Kamus Inggris-Indonesia berarti hubungan[9].
Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi secara
konseptual yaitu memberitahukan dan menyebarkan berita, pengetahuan,
pikiranpikiran dan nilai-nilai dengan maksud untuk menggugah partisipasi agar
hal-hal yang diberitahukan menjadi milik bersama[10].
Abdul Halim Fathoni (2005) menyebutkan bahwa komunikasi atau hubungan dapat
terjadi dalam matematika, diantaranya dalam:
a.
Dunia nyata, antara lain
ukuran dan bentuk lahan dalam dunia pertanian (geometri), banyaknya barang dan
nilai uang logam dalam dunia bisnis dan perdagangan (bilangan), ketinggian
pohon dan bukit (trigonometri).
b.
Struktur abstrak dari suatu
sistem, antara lain struktur sistem bilangan (grup, ring), struktur penalaran
(logika matematika), struktur berbagai gejala dalam kehidupan manusia (pemodelan
matematika).
c.
Matematika sendiri yang
merupakan bentuk komunikasi matematika yang digunakan untuk pengembangan diri
matematika.
Secara umum, matematika dalam ruang
lingkup komunikasi mencakup keterampilan atau kemampuan menulis, membaca, discussing
and assessing, dan wacana (discourse). Peressini dan Bassett (NCTM,
1996: 63) berpendapat bahwa dengan komunikasi matematika maka tingkat kemampuan
pemahaman siswa tentang konsep dan aplikasi matematika dapat lebih mudah
dipahami. Ini berarti, dengan adanya komunikasi matematika guru dapat lebih
memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan
pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari.
Dalam bagian lain Lindquist (NCTM, 1996:
71) berpendapat,
“Jika kita sepakat
bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan
terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi
dari mengajar, belajar, dan assessment matematika.”
Maksud dari pendapat Lindquist tersebut
yakni bahwa komunikasi matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus
dimiliki pelaku dan pengguna matematika selama belajar, mengajar, dan assessment
matematika. Assessment dalam matematika merupakan proses penentuan
apakah siswa sudah paham terhadap konsep-konsep matematika yang telah
dipelajari selama kegiatan pembelajaran. Komunikasi matematika memegang peranan
penting dalam membantu siswa membangun hubungan antara aspek-aspek informal dan
intuitif dengan bahasa matematika yang abstrak, yang terdiri atas simbol-simbol
matematika, serta antara uraian dengan gambaran mental dari gagasan matematika[11].
Komunikasi matematika ini meliputi persoalan dalam skala kecil, yaitu
penggunaan simbol dengan tepat dan persoalan dalam skala besar, yaitu menyusun
argumen suatu pernyataan secara logis (Gerald Folland, 2001).
Menurut Utari Sumarmo yang dikutip oleh
Gusni Satriawati (2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan
kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi
dalam bentuk:
a.
Merefleksikan benda-benda
nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
b.
Membuat model situasi atau
persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, dan grafik.
c.
Menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
d.
Mendengarkan, berdiskusi,
dan menulis tentang matematika.
e.
Membaca dengan pemahaman
suatu presentasi matematika tertulis.
f.
Membuat konjektur, menyusun
argumen, merurnuskan definisi, dan generalisasi.
g.
Menjelaskan dan membuat
pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Selain itu menurut Greenes dan Schulman
yang dikutip oleh Nurul Azizah (2007: 21) komunikasi matematika adalah
kemampuan:
a.
menyatakan ide matematika
melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam
tipe yang berbeda.
b.
memahami, menafsirkan, dan
menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual.
c.
mengkonstruksi, menafsirkan
dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.
Selanjutnya menurut Sullivan & Mousley
yang dikutip oleh Bansu Irianto Ansari (2003), komunikasi matematika bukan
hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi, yaitu
kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar,
menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya
melaporkan apa yang telah dipelajari.
Melakukan komunikasi matematika
merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran matematika yang indikatornya untuk
siswa setingkat SMP adalah sebagai berikut:
a.
Membuat model dari suatu
situasi melalui lisan, tulisan, benda-benda konkret, gambar, grafik, dan
metode-metode aljabar.
b.
Menyusun refleksi dan
membuat klarifikasi tentang idea-idea matematika.
c.
Mengembangkan pemahaman
dasar matematika termasuk aturan-aturan definisi matematika.
d.
Menggunakan kemampuan
membaca, menyimak, dan mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi suatu
idea matematika.
e.
Mendiskusikan ide-ide, membuat
konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.
f.
Mengapresiasi nilai-nilai
dari suatu notasi matematis termasuk aturanaturannya dalam mengembangkan ide
matematika
Adapun aspek-aspek untuk mengungkap
kemampuan komunikasi matematika siswa menurut Ujang Wihatma (2004) antara lain
sebagai berikut:
a.
Kemampuan memberikan alasan
rasional terhadap suatu pernyataan. Siswa yang berfikir rasional akan menggunakan
prinsip-prinsip dalam menjawab pertanyaan, bagaimana (how) dan mengapa (why).
Dalam berfikir rasional, siswa dituntut supaya menggunakan logika (akal sehat)
untuk menganalisis, menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, bahkan menciptakan
hukum-hukum (kaidah teoritis) dan dugaan-dugaan (Muhibin Syah, 2002: 120).
b.
Kemampuan mengubah bentuk
uraian ke dalam model matematika.Model matematika merupakan abstraksi suatu
masalah nyata berdasarkan asumsi tertentu ke dalam simbol-simbol matematika (www.labmathindonesia. or.id). Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika
tersebut misalnya mampu untuk menyatakan suatu soal uraian ke dalam
gambar-gambar, menggunakan rumus matematika dengan tepat dalammenyelesaikan
masalah, dan memberikan permisalan atau asumsi dari suatu masalah ke dalam
simbol-simbol. (CSU Monterey Bay, 2006)
c.
Kemampuan mengilustrasikan
ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan. Menurut Sri Wardhani
(2006: 9), kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang
relevan ini berupa kemampuan menyampaikan ide-ide atau gagasan dan pikiran
untuk menyampaikanmasalah dalam kata-kata, menterjemahkan maksud dari suatu
soal matematika, dan mampu menjelaskan maksud dari gambar secara lisan maupun
tertulis[12].
2.
Bahasa Matematika
Menurut Abdul Halim Fathoni (2005),
bahasa merupakan suatu system yang terdiri dari lambang-lambang, kata-kata, dan
kalimat yang disusun menurut aturan-aturan tertentu dan digunakan oleh
sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa memiliki dua fungsi, yaitu:
a.
sebagai alat untuk menyatakan
ide, gagasan, pikiran, atau perasaan.
b.
sebagai alat untuk melakukan
komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain (Masykur dan Fathoni, 2007:45).
Berdasarkan dua fungsi tersebut, adalah
sesuatu yang mustahil dilakukan jika manusia berkomunikasi tanpa melibatkan dua
pelakunya, yaitu pengirim dan penerima pesan, dibangun berdasarkan penyusunan
kode atau simbol bahasa oleh pengirim dan penerima ide atau simbol bahasa oleh
penerima.
Dalam matematika terdapat sekumpulan
lambang atau simbol dan kata dengan aturan-aturan tertentu dalam penggunaannya.
Merujuk pada pengertian bahasa di atas, maka matematika dapat dipandang sebagai
bahasa. Matematika dapat dikatakan sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Simbol-simbol matematika bersifat
“artifisial”, artinya simbol matematika akan memiliki makna setelah sebuah arti
diberikan kepadanya.
Bahasa matematika memiliki kelebihan,
yaitu berhasil menghindari kerancauan makna karena setiap kalimat (istilah/variabel)
dalam matematika sudah memiliki makna tertentu. Ketunggalan makna yang dimiliki
matematika dapat merupakan kesepakatan matematikawan terdahulu, dapat pula
ditentukan oleh seseorang dengan menjelaskan terlebih dahulu arti
istilah/variable matematika yang digunakan sesuai tafsirannya di awal pembicaraan
atau tulisannya. Orang lain dapat membuat istilah/variabel matematika secara berlebihan,
tetapi ia harus taat atau konsekuen dalam menafsirkan istilah/variable matematika
yang digunakan selama dalam pembicaraan atau tulisannya. Oleh karena itu,
selain bersifat artifisial, istilah/variabel matematika juga bersifat individual.
Simbol-simbol matematika yang dibuat secara
artifisial dan individual merupakan perjanjian yang berlaku khusus bagi suatu
permasalahan yang sedang dikaji. Suatu objek yang sedang dikaji dapat disajikan
dengan cara apa saja sesuai dengan kesepakatan antara pengirim dan penerima
pesan. Kelebihan dari bahasa matematika adalah mengembangkan bahasa numerik
yang memungkinkan penyelesaian masalah secara lebih cepat dan cermat. Bahasa
matematika juga bersifat ekonomis, yaitu dalam penyampaikan informasinya tidak
hanya jelas dan tepat, melainkan juga cukup singkat dengan menuliskan model
yang sederhana sekali.
3.
Model Matematika
Model matematika sebenarnya telah
dipelajari siswa sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), misalnya ketika mereka
menuangkan soal-soal cerita ke dalam perumusan matematika. Bahkan, dalam
kehidupan sehari-hari secara tidak sadar siswa telah melakukan pemodelan
matematika. Menurut LabmathIndonesia (2005), model matematika adalah abstraksi
suatu masalah nyata berdasarkan asumsi tertentu ke dalam simbol-simbol
matematika. Dengan demikian, model matematika tersebut merupakan terjemahan ide
atau gagasan matematika dari suatu masalah nyata yang diungkapkan melalui lambang
atau simbol matematika dalam pemecahan masalah. Model matematika dibuat sebagai
cara dalam penyelesaian masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang
diselesaikan menggunakan matematika. Abdul Halim Fathoni (2005) menyebutkan bahwa
dalam menyelesaikan masalah matematika tersebut, terdapat langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Mengidentifikasi masalah
Masalah nyata dalam
kehidupan sehari-hari biasanya timbul dalam bentuk gejala-gejala yang belum
jelas hakikatnya. Faktor-faktor dalam masalah yang penting harus disimpan,
sedangkan yang tidak atau kurang penting itu diabaikan. Untuk menemukan hakikat
masalah sesungguhnya, perlu dicari data-data dari informasi tambahan.
b.
Pemodelan matematika
Pemodelan matematika merupakan penerjemahan masalah nyata yang telah
diidentifikasikan ke dalam lambang atau bahasa matematika. Pemodelan inilah
yang menjadi kunci dalam penerapan matematika.
Dengan demikian, kemampuan komunikasi
matematika merupakan kemampuan yang meliputi persoalan penggunaan simbol dengan
tepat dan penyusunan argumen suatu pernyataan secara logis. Adapun aspek-aspek
untuk mengungkap kemampuan komunikasi matematika siswa, antara lain:
a.
kemampuan memberikan alasan
rasional terhadap suatu pernyataan.
b.
kemampuan mengubah bentuk
uraian ke dalam model matematika.
c.
kemampuan mengilustrasikan
ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan.
C. Pendekatan Inkuiri
1.
Konsep Dasar dan
Karakteristik Pendekatan Inkuiri
Kata inkuiri berarti menyelidiki dengan
cara mencari informasi dan melakukan pertanyaan-pertanyaan. Dengan pendekatan
inkuiri ini siswa dimotivasi untuk aktif berpikir, melibatkan diri dalam
kegiatan, dan mampu menyelesaikan tugas sendiri.
Sejalan dengan arti inkuiri di atas,
kata inkuiri juga dapat berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri[13].
Pembelajaran inkuiri beriorientasi pada keterlibatan siswa secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam
proses kegiatan belajar, mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang
apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Ada tiga ciri pembelajaran inkuiri,
yaitu: pertama, strategi inkuiri menekankan pada aktivitas siswa secara
maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai subjek belajar). Kedua, seluruh
aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban
sendiri yang sifatnya sudah pasti dari sesuatu yang sudah dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat percaya diri. Ketiga, tujuan
dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan
berpikir secara sistematis, logis, dan kritis.
Penggunaan inkuiri harus memperhatikan beberapa
prinsip, yaitu:
a.
Berorientasi pada
pengembangan intelektual (pengembangan kemampuan berfikir).
Tujuan utama dari pendekatan
inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pendekatan
pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada
proses belajar. Oleh karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan inkuiri bukan ditentukan sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari
dan menemukan.
b.
Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik
interaksi antara siswa dengan siswa maupun interaksi antara siswa dengan guru
bahkan antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksiberarti
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur
lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c.
Prinsip bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pendekatan
inkuiri adalah guru sebagai fasilitator. Dalam hal ini guru menyediakan suatu pertanyaan
untuk dijawab oleh siswa. Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan dari
guru, pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
d.
belajar untuk berfikir (learning
how to think)
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar
adalah proses berpikir (learning how to think) yakni proses
mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan.
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e.
Prinsip keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai
kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru
adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan
hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan[14].
Alasan rasional penggunaan pendekatan
inkuiri dalam pembelajaran matematika adalah bahwa siswa akan mendapatkan
pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih tertarik terhadap
matematika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran
matematika. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung pendekatan
inkuiri. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep matematika dan
meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa
pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser
yang dikutip oleh Sutrisno, 2008).
Pendekatan inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan
aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak
terhadap Matematika dan Sains (Haury yang dikutip oleh Sutrisno, 2008). Dalam
makalahnya Haury menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan inkuiri membantu
perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses
ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis dan
bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa pendekatan inkuiri tidak saja
meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam matematika saja,
melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam
proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan
kreativitas dalam memecahkan masalah (Sutrisno, 2008). Siswa benar-benar
ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah
memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun
dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas
guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan
masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi
terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.
2.
Proses Pembelajaran
dengan Pendekatan Inkuiri
Pada hakikatnya, inkuiri adalah suatu
proses. Adapun proses dari inkuiri tersebut adalah sebagai berikut:
Bagan 1. Proses Inkuiri
Semua tahap dalam proses inkuiri
tersebut di atas merupakan kegiatan belajar dari siswa. Guru berperan untuk
mengoptimalkan kegiatan tersebut pada proses belajar
Merumuskan masalah Merumuskan Hipotesis
Menarik
Kesimpulan
Mengumpulkan
Data/Bukti
Menguji
Hipotesis
sebagai motivator, fasilitator dan pengarah. Pada strategi
ekspositori murni, semua tahap dilakukan sendiri oleh guru, sedangkan pada
inkuiri dilakukan oleh siswa. Dalam implementasinya, pembelajaran matematika
dengan pendekatan inkuiri memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Merumuskan masalah
Guru menyajikan suatu masalah dalam bentuk
LKS yang harus dipecahkan oleh siswa. Perumusan masalah harus jelas, hindari
pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa
tidak salah.
b.
Merumuskan jawaban sementara
(hipotesis)
Siswa dibimbing untuk menentukan
hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang disajikan. Guru memberikan
kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pendapat dalam membentuk hipotesis.
c.
Mengumpulkan data
Siswa
dimotivasi supaya membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi
pendukung. Siswa mengamati dan mengumpulkan data sebanyakbanyaknya dari sumber
atau objek yang diamati serta mengonstruksi pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya untuk memperkuat data dalam menemukan suatu pengetahuan yang baru. Pada
tahap ini siswa akan mampu untuk menemukan konsep matematika dari hasil
analisis data yang diperolehnya.
d.
Menguji hipotesis
Guru memberi kesempatan kepada setiap
kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul dengan
menggunakan bahasa matematika, yakni dengan gambar, grafik, tabel, maupun
secara aljabar.
e.
Menarik kesimpulan
Siswa
memberikan kesimpulan dari hasil penyelidikannya. Ada lima tahapan yang
ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri menurut, yaitu:
1)
Merumuskan masalah untuk
dipecahkan oleh siswa
2)
Menetapkan jawaban sementara
atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis
3)
Mencari informasi, data, dan
fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan
4)
Manarik kesimpulan atau
generalisasi
5)
Mengaplikasikan kesimpulan
Berdasarkan tingkat kematangan siswa,
pendekatan inkuiri dapat dilakukan dalam lima tingkatan, yaitu inkuiri
tradisional, inkuiri terbimbing, inkuiri mandiri, keterampilan prosedur ilmiah,
dan penelitian siswa. Terdapat tiga aspek yang sama penting dalam pembelajaran,
yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan belajar/mengajar, dan materi hasil
evaluasi. Proses yang baik diasumsikan akan mendapatkan hasil yang baik. Proses
belajar yang efektif harus melibatkan sebanyak mungkin alat indera. Pendekatan
inkuiri, melibatkan semua indera sehingga pengetahuan siswa akan menjadi tahan
lama. Perumusan indikator, harus memikirkan efek samping terutama pada tahapan
perkembangan psikologi siswa.
3.
Keunggulan dan
Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
Merujuk pada definisi dan ciri dari
pembelajaran pendekatan inkuiri yang menekankan pada aktivitas siswa secara
maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai subjek belajar), maka dapat
diketahui segi keunggulan atau kelebihan dari pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan inkuiri. Adapun keunggulan dari penggunaan pendekatan inkuiri dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.
Pengajaran berpusat pada
diri siswa
Salah satu prinsip psikologi
belajar menyatakan bahwa semakin besar dan semakin sering keterlibatan siswa
dalam kegiatan pembelajaran, maka semakin besar baginya untuk mengalami proses
belajar. Dalam proses belajar inkuiri, siswa tidak hanya belajar konsep dan
prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri,
pengendalian diri, tanggung jawab, dan komunikasi sosial secara terpadu.
b. Pembelajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep
diri), sehingga terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, lebih kreatif,
berkeinginan untuk selalu mengambil kesempatan yang ada, dan pada umumnya
memiliki mental yang sehat.
c.
Tingkat pengharapan
bertambah, yaitu ada kepercayaan diri serta ide tertentu bagaimana siswa dapat
menyelesaikan suatu tugas dengan caranya sendiri.
d.
Pengembangan bakat dan
kecakapan individu. Lebih banyak kebebasan dalam proses belajar mengajar
berarti semakin besar kemungkinannya untuk mengembangkan kecakapan, kemampuan,
dan bakat-bakatnya.
e.
Dapat memberi waktu kepada
siswa unuk menganalisis dan mengakomodasi informasi. Belajar yang sesungguhnya
yaitu jika siswa bereaksi dan bertindak terhadap informasi melalui proses
mental.
f.
Dapat menghindarkan siswa
dari cara-cara belajar tradisional yang bersifat pasif.
Roestiyah (1991: 76) juga mengemukakan
bahwa ada beberapa keunggulan dari pendekatan inkuiri dalam pembelajaran,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Dapat membentuk dan mengembangkan konsepsi pada diri siswa,
sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep atau ide-ide yang lebih baik.
b. Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi
proses belajar yang baru.
c. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri,
bersikap obyektif, jujur, dan terbuka.
d. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan mampu merumuskan
hipotesis.
e. Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik.
f. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
g. Siswa dapat menghindari cara-cara yang tradisional.
h. Memberi kebebasan siswa untuk berpikir sendiri.
i. Situasi proses belajar lebih terangsang.
j. Memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi
dan mengakomodasi.
Di samping keunggulan ada juga kelemahan-kelemahan
dalam pendekatan inkuiri. Kelemahan pendekatan inkuiri (kekacauan
pembelajaran), dapat terjadi kalau guru tidak melakukan pembimbingan secara
terarah dan bertanggung jawab. Guru penting melakukan monitoring atau
pengontrolan terhadap aktivitas siswa. Kelemahan-kelemahan tersebut antara
lain:
a.
Diperlukan kesiapan mental
untuk cara belajar.
b.
Siswa yang terbiasa belajar
dengan pembelajaran tradisional yang telah dirancang guru, biasanya agak sulit
untuk memberi dorongan.
c.
Lebih mengutamakan dan
mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan memberi kesan terlalu idealis.
Menurut Roestiyah (1991: 80)
kelemahan-kelemahan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri diantaranya :
a.
Guru harus tepat memilih
masalah yang akan dikemukan untuk membantu siswa menemukan konsep.
b.
Guru dituntut menyesuaikan
diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya.
c.
Guru sebagai fasilitator
diharapkan kreatif dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan.
Kelemahan dari pembelajaran dengan pendekatan
inkuri ini dapat diatasi dengan cara:
a.
Guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang membimbing agar siswa terdorong mengajukan dugaan
awal
b.
Menggunakan bahan atau
permainan yang bervariasi
c.
Memberikan kesempatan kepada
siswa mengajukan gagasan-gagasan meskipun gagasan tersebut belum tepat. (
Nurhadi dkk, 2004 ).
Dengan demikian, pembelajaran pendekatan
inkuiri merupakan salah satu strategi pembelajaran yang banyak melibatkan siswa
dalam prosesnya. Siswa ditempatkan sebagai subjek belajar dan guru sebagai
fasilitator. Secara umum, prosedur dalam pembelajaran pendekatan inkuiri ini
adalah:
1.
merumuskan.
2.
merumuskan hipotesis.
3.
mengumpulkan data.
4.
menguji hipotesis.
5.
menarik kesimpulan.
6.
mengaplikasikan kesimpulan.
D. Kerangka
Berpikir
Dalam pembelajaran matematika diharapkan adanya
salah satu kompetensi yaitu mengembangkan kemampuan untuk menyampaikan
informasi atau mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan
lisan, lambing matematis, grafik, tabel, gambar, dan diagram dalam memperjelas
keadaan atau masalah serta pemecahannya.
Pada kenyataannya masih timbul permasalahan yang
dihadapi siswa, khususnya kurangnya kamampuan komunikasi matematika yang
aspek-aspeknya meliputi kemampuan siswa dalam memberikan alasan rasional terhadap
suatupernyataan, mengubah bentuk uraian menjadi model matematika serta mengilustrasikan
ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan. Hal ini sebagai salah satu
akibat dari karakteristik matematika itu sendiri yang tidak pernah lepas dengan
istilah dan simbol. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi matematika menjadi
tuntutan khusus.
Pendekatan inkuiri merupakan salah satu pendekatan
dalam pembelajaran matematika yang banyak melibatkan siswa selama proses
pembelajaran. Pendekatan inkuiri ini menempatkan siswa sebagai subyek belajar.
Peranan guru dalam pendekatan inkuiri ini adalah sebagai mediator dan
fasilitator belajar.
Dengan pendekatan ini siswa akan belajar berpikir
kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan. Selain itu konsep yang mereka dapatkan akan lebih
lama tersimpan di dalam memori mereka.
Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan
inkuiri siswa akan mampu mengembangkan disiplin intelektual dan kebutuhan
keterampilan untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan mencari jawaban dari keingintahuannya. Dengan demikian, hal ini
dapat memotivasi siswa untuk dapat mempergunakan atau mengkomunikasikan ide-ide
matematikanya, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk
menemukan suatu pengetahuan baru.
Dengan demikian, kemampuan komunikasi matematika
siswa kelas VII di SMP N 1 candung Kab. Agam dalam pembelajaran matematika
diharapkan akan meningkat setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas yang
menerapkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.
E. Hipotesis
Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika pada siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung Kab. Agam.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Penelitian
ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen. Eksperimen adalah metode yang
mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain[15]. Penelitian eksperimen bertujuan untuk
menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan
kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi
perlakuan atau membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol
yang tidak dikenai kondisi perlakuan[16].
B.
Rancangan Penelitian
Rancangan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Only
Design. Dalam rancangan ini subjek diambil dari populasi tertentu
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperiment dan kelompok
kontrol. Kelompok eksperimen dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka
waktu tertentu, lalu kedua kelompok ini dikenai pengukuran yang sama[17].
Rancangan penelitian dideskripsikan seperti
tabel di bawah ini:
Tabel 5: Rancangan Penelitian
Kelompok
|
Treatment
|
Post test
|
Eksperimen
Kontrol
|
X
-
|
T
T
|
Keterangan:
T = Tes Akhir
X = Model
Pembelajaran learning cycle
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi
adalah keseluruhan pengamatan yang akan menjadi perhatian[18].Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang terdiri atas 2 lokal
di SMPN 1
candung Kab. Agam tahun Pelajaran 2012/ 2013.
Tabel 6 : Jumlah Siswa Kelas VIII SMPN I Sungai
Lasi Kab. Solok
Tahun Pelajaran 2012/ 2013
No
|
Kelas
|
Jumlah siswa
|
1
|
VIII.A
|
30
|
2
|
VII.B
|
32
|
Jumlah
|
62
|
Sumber : Tata Usaha SMPN 1
candung Kab. Agam
2.
Sampel
Sesuai
dengan masalah yang diteliti dan rancangan penelitian yang digunakan, maka
peneliti membutuhkan satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Populasi berdistribusi normal
H1 = Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi
normal, digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Untuk menentukan uji homogenitas ini
dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:
Melakukan uji kesamaan rata-rata
dengan menggunakan analisis variansi. Uji ini menggunakan klasifikasi satu arah
dengan langkah sebagai berikut:
Langkah-langkah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi
yaitu:
Tabel 7 : Data hasil belajar siswa kelas populasi
Populasi
|
||||
1
|
2
|
K
|
||
X11
X12
…
X1n
|
X21
X22
…
X2n
|
Xk1
Xk2
…
Xkn
|
||
Total
|
T1
|
T2
|
Tk
|
T…
|
Nilai
Tengah
|
1
|
2
|
k
|
…
|
Mengambil dua kelas secara acak, kelas yang terambil
pertama adalah kelas eksperimen dan kelas yang kedua sebagai kelas kontrol.
D. Variabel dan Data
1. Variabel
Variabel
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian[19].
Variabel
dalam penelitian ini adalah:
a.
Pendekatan
inkuiri dalam pembelajaran matematika
sebagai variabel bebas (X).
b.
Hasil
belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran dengan pendekaan inkuiri sebagai
variabel terikat (Y).
2.
Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah :
a. Data primer, yaitu data tentang
hasil belajar siswa yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.
b. Data sekunder, yaitu data tentang
jumlah siswa yang menjadi populasi dan sampel serta data nilai mid siswa kelas VII SMPN I Candung kab. agam. Data sekunder ini diperoleh dari tata
usaha dan guru matematika SMPN 1 candung Kab. Agam.
E. Prosedur Penelitian
1.
Tahap persiapan
a. menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
b. menyusun
kisi-kisi dan pedoman observasi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
c. menyusun
pedoman wawancara dan lembar angket untuk siswa
d. mempersiapkan
media pembelajaran yang akan digunakan, yaitu model-model bangun datar
e. menyusun
kisi-kisi dan soal tes tertulis untuk siswa yang berbentuk soal uraian
f. mempersiapkan
peralatan untuk mendokumentasikan kegiatan selama proses pembelajaran
berlangsung, yaitu kamera
2. Pelaksanaan
Pada
tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran dilaksanakan sebagaimana yang telah
direncanakan sebelumnya, yaitu kegiatan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.
Dalam usaha kearah perbaikan, suatu perencanaan bersifat fleksibel dan siap
dilakukan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi selama proses pelaksanaan di
lapangan.
3.
Tahap Penyelesaian
Guru memberikan tes
akhir kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah pokok bahasan selesai
dipelajari.
F.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Lembar
observasi
Lembar
observasi ini berbentuk checklist (√) dengan alternatif jawaban “ya” dan
“tidak” untuk menandai terjadi atau tidaknya kegiatan pembelajaran yang telah
direncanakan sesuai dengan karakteristik pendekatan inkuiri. Untuk memberikan
keterangan mengenai kejadian esensial yang diamati, lembar observasi ini memuat
kolom deskripsi. Lembar observasi digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam
mengamati secara langsung selama proses pembelajaran.
2. Angket
respon siswa
Angket
merupakan kumpulan pernyataan yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
respon siswa terhadap pembelajaran yang telah diikuti. Angket ini terdiri dari
dua jenis pernyataan yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Setiap
jenis pernyataan tersebut terdiri dari beberapa butir pernyataan. Pernyataan
positif terdiri d ari 17 butir dan pernyataan negatif terdiri dari 4 butir.
Angket ini berbentuk checklist (√) dengan masing-masing butir pernyataan
mempunyai 4 alternatif jawaban, yaitu:
Selalu : (SL)
Sering : (SR)
Kadang-Kadang : (KK)
Tidak Pernah : (TP)
3. Tes
Tes pada
penelitian ini berupa soal uraian yang diberikan pada akhir setiap pelajaran
dan berpedoman pada indikator keberhasilan untuk mengungkap kemampuan
komunikasi matematika siswa. Jumlah soal tes terdiri dari empat butir soal.
Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen
(Arikunto, 2002: 144). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti
secara tepat.Tinggi rendahnya validitas instrumen
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang
dimaksud.
Untuk menghitung
validitas tes menggunakan rumus Korelasi Product Moment Karl Pearson sebagai
berikut :
Keterangan
rxy :
Koefisien korelasi antara vasiabel x dan variable y
X : Skor siswa pada
tiap butir soal
Y : Skor Total
N : Jumlah
peserta tes
-
Klasifikasi : rxy menurut
Guilford yaitu :
0,00 –
0,20 = Kecil
0,20 –
0,40 = rendah
0,40 –
0,70 = sedang
0,70 –
0,90 = tinggi
0,90 –
1,00 = sangat tinggi
-
Kriteria: rxy≥ rtab tes dinyatakan valid
2.
Reliabilitas
Menurut Sudijono (2001:95)
mengatakan bahwa sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliable apa bila
hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara
berulang kali terhadap subyek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang tepat
sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah
realibitas (=daya keajekan mengukur) apabila skor-skor atau nilai-nilai yang
diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil kapan saja
dimana saja dan oleh siapa saja ujian itu dilaksanakan, diperiksa dan dinilai.
Untuk menentukan realibitas tes
menggunakan rumus Alpa sebagai berikut :
dengan
sehingga : ∑S1=
Sa2+ S122+….
Sedangkan St2
=
Keterangan : rn
= Koefisien reliabilitas tes
n =
banyaknya butir soal
l
= bilangan konstan
Si2 =
varians skor tiap butir soal
St2 =
varian soal
Kriteria: rn≥
maka tes tersebut reliable
rn <
0.70 maka tes tersebut reliable
3.
Daya Pembeda
Daya pembeda yaitu kemampuan
suatu butir soal untuk dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan
rendah. Untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus sebagai
berikut :
Keterangan
: D = Indeks daya pembeda
JBA = Jumlah skor
kelompok atas
JBB = Jumlah skor
kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa
kelompok atas
SMI = skor maksimal ideal
Kriteria
: D ≤
0,00 =
sangat kurang
0,00 < D > 0,20 =
kurang
0,20 < D > 0,40 =
cukup
0,40 < D > 0,70 =
baik
0,70 < D > 1,00 =
sangat baik
4.
Indeks Kesukaran
Bermutu atau tidaknya
butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat
kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item
tersebut. Menurut Witherington (Sudijono, 2001:317) mengatakan bahwa sudah atau
belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari
besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut.
Untuk menghitung indeks kesukaran menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan
: IK = Indeks Kesukaran
JBA = Jumlah skor
kelompok atas
JBB = Jumlah skor
kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa
kelompok atas
SMI = skor maksimal ideal
Kriteria
: IK = 0,00 =
terlalu sukar
0,00 < IK > 0,20 = sukar
0,20 < IK >
0,40 = sedang
0,40 < IK >
0,70 = mudah
0,70 < IK >
1,00 =
terlalu mudah
Validitas
-
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2002:
144). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara
tepat.Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan
sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang
dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.
-
Untuk menghitung validitas tes menggunakan rumus Korelasi Product Moment Karl
Pearson sebagai berikut :
Keterangan
rxy :
Koefisien korelasi antara vasiabel x dan variable y
X : Skor siswa pada
tiap butir soal
Y : Skor Total
N : Jumlah
peserta tes
-
Klasifikasi : rxy menurut
Guilford yaitu :
0,00 –
0,20 = Kecil
0,20 –
0,40 = rendah
0,40 –
0,70 = sedang
0,70 –
0,90 = tinggi
0,90 –
1,00 = sangat tinggi
-
Kriteria: rxy≥ rtab tes dinyatakan valid
2.
Reliabilitas
Menurut Sudijono (2001:95)
mengatakan bahwa sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliable apa bila
hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara
berulang kali terhadap subyek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang tepat
sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah
realibitas (=daya keajekan mengukur) apabila skor-skor atau nilai-nilai yang
diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil kapan saja
dimana saja dan oleh siapa saja ujian itu dilaksanakan, diperiksa dan dinilai.
Untuk menentukan realibitas tes
menggunakan rumus Alpa sebagai berikut :
dengan
sehingga : ∑S1=
Sa2+ S122+….
Sedangkan St2
=
Keterangan : rn
= Koefisien reliabilitas tes
n =
banyaknya butir soal
l
= bilangan konstan
Si2 =
varians skor tiap butir soal
St2 =
varian soal
Kriteria: rn≥
maka tes tersebut reliable
rn <
0.70 maka tes tersebut reliable
3.
Daya Pembeda
Daya pembeda yaitu kemampuan
suatu butir soal untuk dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan
rendah. Untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus sebagai
berikut :
Keterangan
: D = Indeks daya pembeda
JBA = Jumlah skor
kelompok atas
JBB = Jumlah skor
kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa
kelompok atas
SMI = skor maksimal ideal
Kriteria
: D ≤
0,00 =
sangat kurang
0,00 < D > 0,20 =
kurang
0,20 < D > 0,40 =
cukup
0,40 < D > 0,70 =
baik
0,70 < D > 1,00 =
sangat baik
4.
Indeks Kesukaran
Bermutu atau tidaknya
butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat
kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item
tersebut. Menurut Witherington (Sudijono, 2001:317) mengatakan bahwa sudah atau
belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari
besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut.
Untuk menghitung indeks kesukaran menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan
: IK = Indeks Kesukaran
JBA = Jumlah skor
kelompok atas
JBB = Jumlah skor
kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa
kelompok atas
SMI = skor maksimal ideal
Kriteria
: IK = 0,00 =
terlalu sukar
0,00 < IK > 0,20 = sukar
0,20 < IK >
0,40 = sedang
0,40 < IK >
0,70 = mudah
0,70 < IK >
1,00 = terlalu
mudah
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan
instrumen-instrumen penelitian yang digunakan. Teknik pengumpulan data tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara
mengamati dan mencatat kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan pedoman observasi.
2. Angket
respon siswa
Angket ini dibagikan kepada setiap siswa yang
digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang diikuti dan
untuk memperkuat data yang telah diperoleh berdasarkan lembar observasi. Angket
berisi tentang pernyataan-pernyataan yang meliputi 3 aspek, yakni
a.
aktivitas komunikasi matematika siswa
secara lisan dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri.
b.
aktivitas komunikasi matematika siswa
secara tertulis dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri, dan
c.
sikap dan tanggapan siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri.
3. Tes
Tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan
komunikasi matematika siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri. Tes dilaksanakan pada akhir pembelajaran
G. Teknik Analisis Data
1. Lembar
observasi
Data aktivitas
yang diperoleh melalui lembar observasi menurut Anas Sudijono dianalisis dengan
menggunakan rumus persentase, yaitu:
Kriteria
penilaian aktivitas dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.
Jika persentase penilaian aktivitas adalah 1% - 25% maka aktivitas tergolong
sedikit tinggi.
b.
Jika persentase penilaian aktivitas adalah 26% - 50% maka aktivitas tergolong
sedikit.
c.
Jika persentase penilaian aktivitas adalah 51% - 75% maka aktivitas tergolong
banyak.
d.
Jika persentase penilaian aktivitas adalah 76% - 100% maka aktivitas tergolong
banyak sekali[20].
2. Tes
Hasil Belajar
a.
Uji Normalitas
Uji
normalitas data pretes dan postes dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya
distribusi nilai pretes dan postes. Uji normalitas ini menggunakan uji
Kolmogorov-mirnov yang berguna untukmenguji apakah suatu sampel berasal dari
suatu populasi dengan distribusi tertentu, terutama distribusi normal.
H0
: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1
: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Adapun
penentuan kesimpulan berdasarkan probabilitas sebagai berikut :
Jika
probabilitas (p) > 0,05, maka H0 : diterima
Jika
probabilitas (p) < 0,05, maka H1 : ditolak
2.
Uji Homogenitas Varian
Uji
homogenitas dilakukan jika kedua kelompok berdistribusi normal, yaitu dengan
menguji varian kedua kelompok menggunakan uji F. pengujian tersebut untuk
mengetahui apakah varians kedua kelompok sama tau berbeda. Sedangkan jika kedua
kelompok berdistribusi tidak normal maka dilakukan pengujian non parametik.
H0
: Sampel kedua varians adalah sama
H1
: Sampel kedua varians adalah berbeda
Peneliti
menggunakan 2 varian pada sampel in different columns. Dengan ketentuan :
Jika
probabilitas > 0,05 maka H0 : diterima
Jika
probabilitas < 0,05 maka H0 : ditolak
3.
Uji Signifikan perbedaan rata-rata
Uji
signifikan perbedaan rata-rata digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata
kelas eksperimen dan kelas control.
H0
: Rata-rata nilai kedua sampel adalah sama
H1
: Rata-rata nilai kedua sampel berbeda
Pengujian
ini menggunakan 2 sampel t pada sampel in different columns. Dengan ketentuan :
Jika
probabilitas > 0,05 maka H0 : diterima
Jika
probabilitas < 0,05 maka H0 : ditolak
[2]Asep Jihad, Pengembangan …hal 101-102
[3] LH.Santoso, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Pustaka Agung
Harapan,2009) h. 385
[4] LH.Santoso, Kamus …., hal 392
[5] Gulo.W, Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Grasindo, 2002, hal 23
[6] Oemar Hamalik, Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2001, hal 29
[7] Erman Suherman,
dkk.. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UPI, 2003,
hal
7
[8] Erman Suherman, dkk.. Strategi
…, hal 57
Gramedia, hal 131
[11] Erman Suherman, dkk.. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika
FMIPA UPI, 2003, hal 44
[13] Gulo.W, Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Grasindo, 2002, hal 23
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal55
[18] Ronal E. Walpole, Pengantar statistika,
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), h.6
[19] Sumardi Suryabrata, Metodologi
Penelitian, (Jakarta: Grafindo, 2004), h.25
[20] Anas Sudijono, Pengantar Statistik
Pendidikan ,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005), h.43
DAFTAR PUSTAKA
Asep
Jihad. (2008). Pengembangan Kurikulum Matematika. Bandung: Multi Pressindo
John
M. Echols, Hasan Shadily. (2000). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Oemar
Hamalik. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Ronal, E. Walpole. Pengantar Statistika. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka. 1993
Santoso,LH, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap,
Surabaya: Pustaka Agung Harapan,2009
Seminar
Nasional Pendidikan Matematika di FMIPA UNY, 12 Oktober 2004
Sudjana, Nana. Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1999
Sugeng
Mardiyono. (2004). Pengembangan Kecakapan Hidup Melalui Pembelajaran
Matematika yang Inovatif. Makalah. Disampaikan pada
Suherman, Eman dkk, Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia, 2001.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2004
W.
Gulo. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo
Wina
Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group