Rabu, 30 Januari 2013

tugas proposal mp3m



PROPOSAL
PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA
PADA SISWA KELAS VII SMP N 1 CANDUANG KAB. AGAM DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN INKUIRI
Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran Matematika
Oleh:
SUSI FITRI
NIM. 2410.008

Dosen Pembimbing
M. Imamuddin, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2013M / 1434 H
KATA PENGANTAR    
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Pada Siswa Kelas VIII Smp N 1 Canduang Kab. Agam Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Inkuiri”.
Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1.       Ibunda tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
2.       Bapak M. Imamuddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Matematika.
3.       Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan, masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi Ibunda, Bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya pendidikan matematika.
Bukittinggi,    Januari 2013

Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah ........................................................................................... ..1
B.     Identifikasi Masalah................................................................................................... 7
C.     Pembatasan Masalah.................................................................................................. 8
D.    Perumusan Masalah.................................................................................................. ..7
E.     Tujuan Penelitian........................................................................................................ 7
F.      Defenisi Operasional................................................................................................. 8
G.    Manfaat Penelitian...................................................................................................... 9
BAB II : LANDASAN TEORIA.   
A.    Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika..........................................................10
B.     Hakikat Kemampuan Komunikasi Matematika..........................................................14
C.     Pendekatan Inkuiri...................................................................................................... 21
D.    Kerangka Berpikir.......................................................................................................31
E.     Hipotesis Penelitian.....................................................................................................32
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian..........................................................................................................33
B.     Rancangan Penelitian................................................................................................33
C.     Populasi dan Sampel.................................................................................................34
D.    Variabel dan Data..................................................................................................... 38
E.     Prosedur Penelitian................................................................................................... 40
F.      Instrumen Penelitian.................................................................................................50
G.    Teknik Analisa Data................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan penting dalam berbagai disiplin ilmu serta mampu mengembangkan daya pikir manusia. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat dan tepat. Dapat dikatakan bahwa perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Penguasaan matematika yang kuat sejak dini diperlukan siswa untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu diajarkan di setiap jenjang pendidikan untuk membekali siswa dengan mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa matematika dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah.
Matematika sebagai salah satu ilmu yang harus dipelajari di setiap jenjang pendidikan tersebut mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sejatinya keabstrakan sifat objek matematika merupakan letak dari kekuatan yang ada dalam matematika itu sendiri, yang memungkinkan dapat diterapkan dalam berbagai konteks[1]. Pembelajaran matematika yang ada di sekolah diharapkan menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan bagi siswa dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan selalu termotivasi dan tidak merasa bosan dengan pembelajaran matematika.
Pada tahun ajaran baru 2006, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) memutuskan untuk menggunakan kurikulum baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada semua sekolah baik negeri maupun swasta. Hal ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan pada masing-masing satuan pendidikan. Oleh karenanya, proses pembelajaran matematika di sekolah saat ini harus sejalan dengan KTSP yang proses pembelajarannya lebih memusatkan pada siswa (student centered learning) dan guru berperan sebagai fasilitator. Dengan mengacu pada KTSP ini, diharapkan pembelajaran matematika benar-benar menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, bukan sebagai objek pembelajaran sehingga dapat menjadi suatu kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa[2].
Adapun tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas (2007), yaitu agar siswa memiliki kemampuan:
1.      memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;
2.      mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas masalah;
3.      menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
4.      memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
5.      memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, grafik, atau gambar merupakan salah satu kemampuan dasar komunikasi matematika. Matematika dalam ruang lingkup komunikasi secara umum mencakup keterampilan atau kemampuan menulis, membaca, diskusi, dan wacana. Kemampuan komunikasi matematika menurut Ujang Wihatma (2004) meliputi:
1.                              kemampuan memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan.
2.      kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika.
3.      kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan.
Membangun komunikasi matematika menurut The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), dapat memberikan manfaat pada siswa berupa:
1.      memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar.
2.      merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi,
3.      mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika,
4.      menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika,
5.      mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan.
6.      memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika.
Berdasarkan observasi pembelajaran matematika di kelas VII-B SMP N 1 candung. diperoleh keterangan bahwa pembelajaran pada umumnya bersifat konvensional. Tampak bahwa pembelajaran belum berpusat pada siswa (student centered learning). Siswa menerima materi yang disampaikan oleh guru secara aktif dengan mencatat dan tanpa ada satupun siswa yang mengajukan pendapat atau bertanya secara lisan terkait dengan materi tersebut. Jika mempelajari silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan dalam pembelajaran matematika di SMP N 1 candung Yogyakarta memang komponen-komponennya sudah mengacu pada KTSP. Akan tetapi, kejadian esensial yang ada di lapangan siswa masih berperan sebagai objek pembelajaran, belum sebagai subjek pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan masih terbatas pada metode ceramah sehingga siswa tampak pasif selama proses pembelajaran berlangsung.
Dari hasil wawancara dengan guru matematika kelas VII-B SMP N 1 candung, juga diperoleh keterangan bahwa pada dasarnya sebagian besar siswa sudah mempunyai minat yang cukup besar untuk belajar matematika. Namun, kemampuan siswa akan komunikasi matematika masih tergolong rendah.
Menurut guru tersebut, kurangnya kemampuan komunikasi matematika siswa itu dapat dilihat dari :
1.      ketika dihadapkan pada suatu soal cerita, siswa tidak terbiasa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal sebelum menyelesaikannya, sehingga siswa sering salah dalam menafsirkan maksud dari soal tersebut
2.      siswa masih kurang paham terhadap suatu konsep matematika, hal ini tampak bahwa sebagian besar siswa masih kesulitan dalam menggunakan konsep himpunan dalam pemecahan masalah
3.      kurangnya ketepatan siswa dalam menyebutkan simbol atau notasi matematika, hal ini tampak bahwa sebagian besar siswa masih belum bisa membedakan antara simbol untuk irisan himpunan dengan simbol untuk gabungan himpunan
4.      adanya rasa enggan dan sikap ragu-ragu siswa untuk sesekali mengungkapkan atau mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika baik melalui gambar, tabel, grafik, atau diagram, sehingga hal ini menyebabkan siswa masih sering mengalami kesulitan untuk membaca diagram venn.
Dari informasi yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa tingkat kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B SMP N 1 candung masih relatif rendah.
Untuk menumbuhkan kemampuan komunikasi matematika ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan yang dapat mendukung serta mengarahkan siswa pada kemampuan untuk berkomunikasi matematika, sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan serta mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan matematikanya. Strategi pembelajaran yang dapat dirancang yaitu dengan menerapkan metode, model, atau pendekatan pembelajaran yang relevan. Hari Suderadjat (2004: 8) menyebutkan bahwa proses pembelajaran yang lebih didominasi pada cara penyampaian informasi (transfer of knowledge) dan cenderung sebagai proses menghafalkan teori tanpa memahaminya (verbalism) maka akan menyebabkan tujuan pembelajaran tidak tercapai. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator.
Suatu strategi pembelajaran efektif yang dapat diterapkan untuk menumbuhkan kemampuan komunikasi matematika ini salah satunya adalah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri ini berpusat pada siswa sehingga siswa benar-benar terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Adanya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran tersebut mampu mendorong siswa untuk mendapatkan suatu pemahaman konsep atau prinsip matematika yang lebih baik sehingga siswa akan lebih tertarik terhadap matematika. Dalam pembelajaran ini, siswa dibimbing untuk dapat mempergunakan atau mengkomunikasikan ide-ide matematikanya, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan suatu pengetahuan baru. Setiap siswa berkesempatan untuk memikirkan permasalahan yang telah disajikan oleh guru atau permasalahan yang muncul dari siswa sendiri sehingga siswa akan mampu mengkaji permasalahan tersebut dan mampu untuk menemukan konsep atau prinsip matematika melalui beberapa proses serta bimbingan guru sebatas yang diperlukan saja.
Beberapa keterampilan proses yang dapat ditempuh siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri ini diantaranya adalah:
1.      siswa merumuskan atau mengembangkan suatu hipotesis dari permasalahan yang disajikan
2.      siswa dapat memodelkan permasalahan yang telah disajikan tersebut dengan lisan atau tulisan.
3.      siswa menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematikanya.
4.      siswa mengkaji gagasan matematika tersebut melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan.
5.      siswa mengonstruksi pengetahuan yang dimiliki secara terbuka untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Dari keterampilan proses tersebut siswa akan mampu menarik suatu kesimpulan dari permasalahan yang ada dan mampu untuk mengkomunikasikannya secara terbuka baik secara lisan maupun tulisan. Jadi, melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri ini siswa akan lebih aktif, kreatif serta lebih terampil dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematikanya.
Dari permasalahan yang ada, peneliti merasa tertarik untuk bekerjasama dengan guru matematika SMP N 1 candung untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri ini mempunyai prosedur yang ditetapkan secara langsung untuk memberi siswa kesempatan berfikir, berkreativitas, merumuskan hipotesis dan menarik kesimpulan.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sabagai berikut:
1.      Kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP 1 candung selama proses pembelajaran matematika masih relatif rendah.
2.      Pembelajaran masih bersifat konvensional dan dominan pada metode ceramah.
3.      Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran kurang maksimal karena peran siswa masih sebagai objek pembelajaran, belum sebagai subjek pembelajaran
C.    Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada psoses pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung pada materi keliling dan luas segitiga dan segiempat.
D.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diajukan adalah:
1.      Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung?
2.      Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung setelah dilaksanakan pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri?
E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.        Mendeskripsikan proses pelaksanaan pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung Kab. Agam.
2.        Meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N dalam pembelajar1 candung Kab. Agam an matematika melalui pendekatan inkuiri.
F.     Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami skripsi ini, peneliti akan menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1.         Kemampuan adalah suatu kesanggupan untuk melakukan sesuatu[3].
2.         komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami[4].
3.         Inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri[5].

G.    Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.      Meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung Kab. Agam dalam pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri.
2.      Memberdayakan peran guru matematika SMP N 1 candung Kab. Agam dalam menerapkan dan mengoptimalkan proses pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri.
3.      Bagi peneliti, mampu memahami pelaksanaan pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri, sehingga tidak sekedar mengetahui teorinya saja.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Hakikat Belajar dan Pembelajaran Matematika
Dalam suatu proses pembelajaran, adanya unsur proses belajar memegang peranan yang penting. Kegiatan pembelajaran akan bermakna jika didukung oleh adanya kegiatan belajar siswa. Belajar bukan suatu tujuan, tetapi belajar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan[6].
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku[7].
Hakikat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi, perseptual, dan proses internal. Asri Budiningsih (2008: 58) menyatakan bahwa belajar menurut pandangan konstruktivistik merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan baru. Pembentukan pengetahuan baru ini harus dilakukan oleh siswa. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Siswa dipandang memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan baru tersebut berdasarkan proses interaksi terhadap pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Sehubungan dengan hal di atas, ada dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivistik. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki siswa. Kedua prinsip tersebut menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Secara spesifik Herman Hudojo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu apabila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, terdapat sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu:
1.      siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
2.      matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti.
3.      strategi siswa lebih bernilai.
4.      siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Pada hakikatnya pembelajaran matematika adalah membangun pengetahuan matematika. Proses pembelajaran matematika merupakan pembentukan lingkungan belajar yang dapat membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika berdasarkan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi (Nicson yang dikutip oleh Rusdy, 2004).
Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Selanjutnya, dengan abstraksi tersebut para siswa dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan atau kecenderungan berdasarkan kepada pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus (generalisasi)[8].
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika, perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1.      mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali rumus, konsep atau prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru agar siswa terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu.
2.      dalam setiap pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan penguasaan materi prasyarat yang diperlukan.
3.      pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika, yang mencakup masalah tertutup (mempunyai solusi tunggal) dan masalah terbuka (masalah dengan berbagai cara penyelesaian).
Adapun ciri-ciri pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivistik menurut Herman Hudojo yang dikutip oleh Rusdy (2004) adalah sebagai berikut:
4.      Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar dilakukan melalui proses pembentukan pengetahuan.
5.      Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, misalnya pemberian masalah yang dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
6.      Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep matematika melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.
7.      Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa dengan guru ataupun siswa dengan siswa.
8.      Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis, sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
9.      Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika menjadi menarik dan siswa lebih semangat untuk mempelajarinya.
Berdasarkan uraian tentang belajar dan pembelajaran matematika di atas, maka dapat diartikan bahwa belajar matematika merupakan proses aktif dari siswa untuk membangun pengetahuan matematika, sedangkan pembelajaran matematika berarti membangun pengetahuan matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa akan mampu mengkonstruksi suatu pengetahuan baru berdasarkan proses interaksi terhadap pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

B.     Hakikat Kemampuan Komunikasi Matematika
1.      Kemampuan Komunikasi Matematika
Kata komunikasi berasal dari kata communication yang dalam Kamus Inggris-Indonesia berarti hubungan[9]. Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi secara konseptual yaitu memberitahukan dan menyebarkan berita, pengetahuan, pikiranpikiran dan nilai-nilai dengan maksud untuk menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan menjadi milik bersama[10]. Abdul Halim Fathoni (2005) menyebutkan bahwa komunikasi atau hubungan dapat terjadi dalam matematika, diantaranya dalam:
a.       Dunia nyata, antara lain ukuran dan bentuk lahan dalam dunia pertanian (geometri), banyaknya barang dan nilai uang logam dalam dunia bisnis dan perdagangan (bilangan), ketinggian pohon dan bukit (trigonometri).
b.      Struktur abstrak dari suatu sistem, antara lain struktur sistem bilangan (grup, ring), struktur penalaran (logika matematika), struktur berbagai gejala dalam kehidupan manusia (pemodelan matematika).
c.       Matematika sendiri yang merupakan bentuk komunikasi matematika yang digunakan untuk pengembangan diri matematika.
Secara umum, matematika dalam ruang lingkup komunikasi mencakup keterampilan atau kemampuan menulis, membaca, discussing and assessing, dan wacana (discourse). Peressini dan Bassett (NCTM, 1996: 63) berpendapat bahwa dengan komunikasi matematika maka tingkat kemampuan pemahaman siswa tentang konsep dan aplikasi matematika dapat lebih mudah dipahami. Ini berarti, dengan adanya komunikasi matematika guru dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari.
Dalam bagian lain Lindquist (NCTM, 1996: 71) berpendapat,  
“Jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan assessment matematika.”
Maksud dari pendapat Lindquist tersebut yakni bahwa komunikasi matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki pelaku dan pengguna matematika selama belajar, mengajar, dan assessment matematika. Assessment dalam matematika merupakan proses penentuan apakah siswa sudah paham terhadap konsep-konsep matematika yang telah dipelajari selama kegiatan pembelajaran. Komunikasi matematika memegang peranan penting dalam membantu siswa membangun hubungan antara aspek-aspek informal dan intuitif dengan bahasa matematika yang abstrak, yang terdiri atas simbol-simbol matematika, serta antara uraian dengan gambaran mental dari gagasan matematika[11]. Komunikasi matematika ini meliputi persoalan dalam skala kecil, yaitu penggunaan simbol dengan tepat dan persoalan dalam skala besar, yaitu menyusun argumen suatu pernyataan secara logis (Gerald Folland, 2001).
Menurut Utari Sumarmo yang dikutip oleh Gusni Satriawati (2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:
a.       Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
b.      Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, dan grafik.
c.       Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
d.      Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
e.       Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
f.       Membuat konjektur, menyusun argumen, merurnuskan definisi, dan generalisasi.
g.      Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Selain itu menurut Greenes dan Schulman yang dikutip oleh Nurul Azizah (2007: 21) komunikasi matematika adalah kemampuan:
a.       menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda.
b.      memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual.
c.       mengkonstruksi, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.
Selanjutnya menurut Sullivan & Mousley yang dikutip oleh Bansu Irianto Ansari (2003), komunikasi matematika bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi, yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari.
Melakukan komunikasi matematika merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran matematika yang indikatornya untuk siswa setingkat SMP adalah sebagai berikut:
a.       Membuat model dari suatu situasi melalui lisan, tulisan, benda-benda konkret, gambar, grafik, dan metode-metode aljabar.
b.      Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang idea-idea matematika.
c.       Mengembangkan pemahaman dasar matematika termasuk aturan-aturan definisi matematika.
d.      Menggunakan kemampuan membaca, menyimak, dan mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi suatu idea matematika.
e.       Mendiskusikan ide-ide, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.
f.       Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturanaturannya dalam mengembangkan ide matematika
Adapun aspek-aspek untuk mengungkap kemampuan komunikasi matematika siswa menurut Ujang Wihatma (2004) antara lain sebagai berikut:
a.       Kemampuan memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan. Siswa yang berfikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dalam menjawab pertanyaan, bagaimana (how) dan mengapa (why). Dalam berfikir rasional, siswa dituntut supaya menggunakan logika (akal sehat) untuk menganalisis, menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, bahkan menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan dugaan-dugaan (Muhibin Syah, 2002: 120).
b.      Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika.Model matematika merupakan abstraksi suatu masalah nyata berdasarkan asumsi tertentu ke dalam simbol-simbol matematika (www.labmathindonesia. or.id). Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika tersebut misalnya mampu untuk menyatakan suatu soal uraian ke dalam gambar-gambar, menggunakan rumus matematika dengan tepat dalammenyelesaikan masalah, dan memberikan permisalan atau asumsi dari suatu masalah ke dalam simbol-simbol. (CSU Monterey Bay, 2006)
c.       Kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan. Menurut Sri Wardhani (2006: 9), kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan ini berupa kemampuan menyampaikan ide-ide atau gagasan dan pikiran untuk menyampaikanmasalah dalam kata-kata, menterjemahkan maksud dari suatu soal matematika, dan mampu menjelaskan maksud dari gambar secara lisan maupun tertulis[12].
2.      Bahasa Matematika
Menurut Abdul Halim Fathoni (2005), bahasa merupakan suatu system yang terdiri dari lambang-lambang, kata-kata, dan kalimat yang disusun menurut aturan-aturan tertentu dan digunakan oleh sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa memiliki dua fungsi, yaitu:
a.       sebagai alat untuk menyatakan ide, gagasan, pikiran, atau perasaan.
b.      sebagai alat untuk melakukan komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain (Masykur dan Fathoni, 2007:45).
Berdasarkan dua fungsi tersebut, adalah sesuatu yang mustahil dilakukan jika manusia berkomunikasi tanpa melibatkan dua pelakunya, yaitu pengirim dan penerima pesan, dibangun berdasarkan penyusunan kode atau simbol bahasa oleh pengirim dan penerima ide atau simbol bahasa oleh penerima.
Dalam matematika terdapat sekumpulan lambang atau simbol dan kata dengan aturan-aturan tertentu dalam penggunaannya. Merujuk pada pengertian bahasa di atas, maka matematika dapat dipandang sebagai bahasa. Matematika dapat dikatakan sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Simbol-simbol matematika bersifat “artifisial”, artinya simbol matematika akan memiliki makna setelah sebuah arti diberikan kepadanya.
Bahasa matematika memiliki kelebihan, yaitu berhasil menghindari kerancauan makna karena setiap kalimat (istilah/variabel) dalam matematika sudah memiliki makna tertentu. Ketunggalan makna yang dimiliki matematika dapat merupakan kesepakatan matematikawan terdahulu, dapat pula ditentukan oleh seseorang dengan menjelaskan terlebih dahulu arti istilah/variable matematika yang digunakan sesuai tafsirannya di awal pembicaraan atau tulisannya. Orang lain dapat membuat istilah/variabel matematika secara berlebihan, tetapi ia harus taat atau konsekuen dalam menafsirkan istilah/variable matematika yang digunakan selama dalam pembicaraan atau tulisannya. Oleh karena itu, selain bersifat artifisial, istilah/variabel matematika juga bersifat individual.
Simbol-simbol matematika yang dibuat secara artifisial dan individual merupakan perjanjian yang berlaku khusus bagi suatu permasalahan yang sedang dikaji. Suatu objek yang sedang dikaji dapat disajikan dengan cara apa saja sesuai dengan kesepakatan antara pengirim dan penerima pesan. Kelebihan dari bahasa matematika adalah mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan penyelesaian masalah secara lebih cepat dan cermat. Bahasa matematika juga bersifat ekonomis, yaitu dalam penyampaikan informasinya tidak hanya jelas dan tepat, melainkan juga cukup singkat dengan menuliskan model yang sederhana sekali.

3.      Model Matematika
Model matematika sebenarnya telah dipelajari siswa sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), misalnya ketika mereka menuangkan soal-soal cerita ke dalam perumusan matematika. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari secara tidak sadar siswa telah melakukan pemodelan matematika. Menurut LabmathIndonesia (2005), model matematika adalah abstraksi suatu masalah nyata berdasarkan asumsi tertentu ke dalam simbol-simbol matematika. Dengan demikian, model matematika tersebut merupakan terjemahan ide atau gagasan matematika dari suatu masalah nyata yang diungkapkan melalui lambang atau simbol matematika dalam pemecahan masalah. Model matematika dibuat sebagai cara dalam penyelesaian masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang diselesaikan menggunakan matematika. Abdul Halim Fathoni (2005) menyebutkan bahwa dalam menyelesaikan masalah matematika tersebut, terdapat langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Mengidentifikasi masalah
Masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari biasanya timbul dalam bentuk gejala-gejala yang belum jelas hakikatnya. Faktor-faktor dalam masalah yang penting harus disimpan, sedangkan yang tidak atau kurang penting itu diabaikan. Untuk menemukan hakikat masalah sesungguhnya, perlu dicari data-data dari informasi tambahan.
b.      Pemodelan matematika
Pemodelan matematika merupakan penerjemahan masalah nyata yang telah diidentifikasikan ke dalam lambang atau bahasa matematika. Pemodelan inilah yang menjadi kunci dalam penerapan matematika.
Dengan demikian, kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang meliputi persoalan penggunaan simbol dengan tepat dan penyusunan argumen suatu pernyataan secara logis. Adapun aspek-aspek untuk mengungkap kemampuan komunikasi matematika siswa, antara lain:
a.       kemampuan memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan.
b.      kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika.
c.       kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan.
C.    Pendekatan Inkuiri
1.      Konsep Dasar dan Karakteristik Pendekatan Inkuiri
Kata inkuiri berarti menyelidiki dengan cara mencari informasi dan melakukan pertanyaan-pertanyaan. Dengan pendekatan inkuiri ini siswa dimotivasi untuk aktif berpikir, melibatkan diri dalam kegiatan, dan mampu menyelesaikan tugas sendiri.
Sejalan dengan arti inkuiri di atas, kata inkuiri juga dapat berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri[13]. Pembelajaran inkuiri beriorientasi pada keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Ada tiga ciri pembelajaran inkuiri, yaitu: pertama, strategi inkuiri menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai subjek belajar). Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri yang sifatnya sudah pasti dari sesuatu yang sudah dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis.
Penggunaan inkuiri harus memperhatikan beberapa prinsip, yaitu:
a.       Berorientasi pada pengembangan intelektual (pengembangan kemampuan berfikir).
Tujuan utama dari pendekatan inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Oleh karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri bukan ditentukan sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan.
b.      Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa dengan siswa maupun interaksi antara siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksiberarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c.       Prinsip bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pendekatan inkuiri adalah guru sebagai fasilitator. Dalam hal ini guru menyediakan suatu pertanyaan untuk dijawab oleh siswa. Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru, pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
d.      belajar untuk berfikir (learning how to think)
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think) yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e.       Prinsip keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan[14].
Alasan rasional penggunaan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran matematika adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih tertarik terhadap matematika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran matematika. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung pendekatan inkuiri. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep matematika dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser yang dikutip oleh Sutrisno, 2008).
Pendekatan inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Matematika dan Sains (Haury yang dikutip oleh Sutrisno, 2008). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan inkuiri membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa pendekatan inkuiri tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam matematika saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah (Sutrisno, 2008). Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.
2.      Proses Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
Pada hakikatnya, inkuiri adalah suatu proses. Adapun proses dari inkuiri tersebut adalah sebagai berikut:
Bagan 1. Proses Inkuiri
Semua tahap dalam proses inkuiri tersebut di atas merupakan kegiatan belajar dari siswa. Guru berperan untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut pada proses belajar
Merumuskan masalah Merumuskan Hipotesis
Menarik
Kesimpulan
Mengumpulkan
Data/Bukti
Menguji
Hipotesis
sebagai motivator, fasilitator dan pengarah. Pada strategi ekspositori murni, semua tahap dilakukan sendiri oleh guru, sedangkan pada inkuiri dilakukan oleh siswa. Dalam implementasinya, pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Merumuskan masalah
Guru menyajikan suatu masalah dalam bentuk LKS yang harus dipecahkan oleh siswa. Perumusan masalah harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
b.      Merumuskan jawaban sementara (hipotesis)
Siswa dibimbing untuk menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang disajikan. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pendapat dalam membentuk hipotesis.
c.       Mengumpulkan data
Siswa dimotivasi supaya membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung. Siswa mengamati dan mengumpulkan data sebanyakbanyaknya dari sumber atau objek yang diamati serta mengonstruksi pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk memperkuat data dalam menemukan suatu pengetahuan yang baru. Pada tahap ini siswa akan mampu untuk menemukan konsep matematika dari hasil analisis data yang diperolehnya.
d.      Menguji hipotesis
Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul dengan menggunakan bahasa matematika, yakni dengan gambar, grafik, tabel, maupun secara aljabar.
e.       Menarik kesimpulan
Siswa memberikan kesimpulan dari hasil penyelidikannya. Ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri menurut, yaitu:
1)      Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa
2)      Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis
3)      Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan
4)      Manarik kesimpulan atau generalisasi
5)      Mengaplikasikan kesimpulan
Berdasarkan tingkat kematangan siswa, pendekatan inkuiri dapat dilakukan dalam lima tingkatan, yaitu inkuiri tradisional, inkuiri terbimbing, inkuiri mandiri, keterampilan prosedur ilmiah, dan penelitian siswa. Terdapat tiga aspek yang sama penting dalam pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan belajar/mengajar, dan materi hasil evaluasi. Proses yang baik diasumsikan akan mendapatkan hasil yang baik. Proses belajar yang efektif harus melibatkan sebanyak mungkin alat indera. Pendekatan inkuiri, melibatkan semua indera sehingga pengetahuan siswa akan menjadi tahan lama. Perumusan indikator, harus memikirkan efek samping terutama pada tahapan perkembangan psikologi siswa.
3.      Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
Merujuk pada definisi dan ciri dari pembelajaran pendekatan inkuiri yang menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai subjek belajar), maka dapat diketahui segi keunggulan atau kelebihan dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Adapun keunggulan dari penggunaan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.       Pengajaran berpusat pada diri siswa
Salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa semakin besar dan semakin sering keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, maka semakin besar baginya untuk mengalami proses belajar. Dalam proses belajar inkuiri, siswa tidak hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri, pengendalian diri, tanggung jawab, dan komunikasi sosial secara terpadu.
b.      Pembelajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri), sehingga terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, lebih kreatif, berkeinginan untuk selalu mengambil kesempatan yang ada, dan pada umumnya memiliki mental yang sehat.
c.       Tingkat pengharapan bertambah, yaitu ada kepercayaan diri serta ide tertentu bagaimana siswa dapat menyelesaikan suatu tugas dengan caranya sendiri.
d.      Pengembangan bakat dan kecakapan individu. Lebih banyak kebebasan dalam proses belajar mengajar berarti semakin besar kemungkinannya untuk mengembangkan kecakapan, kemampuan, dan bakat-bakatnya.
e.       Dapat memberi waktu kepada siswa unuk menganalisis dan mengakomodasi informasi. Belajar yang sesungguhnya yaitu jika siswa bereaksi dan bertindak terhadap informasi melalui proses mental.
f.       Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara belajar tradisional yang bersifat pasif.
Roestiyah (1991: 76) juga mengemukakan bahwa ada beberapa keunggulan dari pendekatan inkuiri dalam pembelajaran, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Dapat membentuk dan mengembangkan konsepsi pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep atau ide-ide yang lebih baik.
b.   Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
c.    Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, bersikap obyektif, jujur, dan terbuka.
d.   Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan mampu merumuskan hipotesis.
e.    Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik.
f.    Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
g.   Siswa dapat menghindari cara-cara yang tradisional.
h.   Memberi kebebasan siswa untuk berpikir sendiri.
i.     Situasi proses belajar lebih terangsang.
j.     Memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi.
Di samping keunggulan ada juga kelemahan-kelemahan dalam pendekatan inkuiri. Kelemahan pendekatan inkuiri (kekacauan pembelajaran), dapat terjadi kalau guru tidak melakukan pembimbingan secara terarah dan bertanggung jawab. Guru penting melakukan monitoring atau pengontrolan terhadap aktivitas siswa. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:
a.       Diperlukan kesiapan mental untuk cara belajar.
b.      Siswa yang terbiasa belajar dengan pembelajaran tradisional yang telah dirancang guru, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan.
c.       Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan memberi kesan terlalu idealis.
Menurut Roestiyah (1991: 80) kelemahan-kelemahan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri diantaranya :
a.       Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk membantu siswa menemukan konsep.
b.      Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya.
c.       Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan.
Kelemahan dari pembelajaran dengan pendekatan inkuri ini dapat diatasi dengan cara:
a.       Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing agar siswa terdorong mengajukan dugaan awal
b.      Menggunakan bahan atau permainan yang bervariasi
c.       Memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan gagasan-gagasan meskipun gagasan tersebut belum tepat. ( Nurhadi dkk, 2004 ).
Dengan demikian, pembelajaran pendekatan inkuiri merupakan salah satu strategi pembelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam prosesnya. Siswa ditempatkan sebagai subjek belajar dan guru sebagai fasilitator. Secara umum, prosedur dalam pembelajaran pendekatan inkuiri ini adalah:
1.      merumuskan.
2.      merumuskan hipotesis.
3.      mengumpulkan data.
4.      menguji hipotesis.
5.      menarik kesimpulan.
6.      mengaplikasikan kesimpulan.
D.    Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran matematika diharapkan adanya salah satu kompetensi yaitu mengembangkan kemampuan untuk menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan lisan, lambing matematis, grafik, tabel, gambar, dan diagram dalam memperjelas keadaan atau masalah serta pemecahannya.
Pada kenyataannya masih timbul permasalahan yang dihadapi siswa, khususnya kurangnya kamampuan komunikasi matematika yang aspek-aspeknya meliputi kemampuan siswa dalam memberikan alasan rasional terhadap suatupernyataan, mengubah bentuk uraian menjadi model matematika serta mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan. Hal ini sebagai salah satu akibat dari karakteristik matematika itu sendiri yang tidak pernah lepas dengan istilah dan simbol. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi matematika menjadi tuntutan khusus.
Pendekatan inkuiri merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang banyak melibatkan siswa selama proses pembelajaran. Pendekatan inkuiri ini menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Peranan guru dalam pendekatan inkuiri ini adalah sebagai mediator dan fasilitator belajar.
Dengan pendekatan ini siswa akan belajar berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Selain itu konsep yang mereka dapatkan akan lebih lama tersimpan di dalam memori mereka.
Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri siswa akan mampu mengembangkan disiplin intelektual dan kebutuhan keterampilan untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan mencari jawaban dari  keingintahuannya. Dengan demikian, hal ini dapat memotivasi siswa untuk dapat mempergunakan atau mengkomunikasikan ide-ide matematikanya, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan suatu pengetahuan baru.
Dengan demikian, kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII di SMP N 1 candung Kab. Agam dalam pembelajaran matematika diharapkan akan meningkat setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas yang menerapkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.
E.     Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika pada siswa kelas VII-B di SMP N 1 candung Kab. Agam.






BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen. Eksperimen adalah metode yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain[15]. Penelitian eksperimen bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi perlakuan atau membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan[16].
B.     Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Only Design. Dalam rancangan ini subjek diambil dari populasi tertentu dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperiment dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka waktu tertentu, lalu kedua kelompok ini dikenai pengukuran yang sama[17].
Rancangan penelitian dideskripsikan seperti tabel di bawah ini:
Tabel 5: Rancangan Penelitian

Kelompok
Treatment
Post test
Eksperimen
Kontrol
X
-
T
T
Keterangan:
T = Tes Akhir
 X = Model Pembelajaran learning cycle
C.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang akan menjadi perhatian[18].Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang terdiri atas 2 lokal di SMPN 1 candung Kab. Agam tahun Pelajaran 2012/ 2013.
Tabel 6 : Jumlah Siswa Kelas VIII SMPN I Sungai Lasi Kab. Solok Tahun Pelajaran 2012/ 2013

No
Kelas
Jumlah siswa
1
VIII.A
30
2
VII.B
32
Jumlah
62
    Sumber : Tata Usaha SMPN 1 candung Kab. Agam
2.      Sampel
Sesuai dengan masalah yang diteliti dan rancangan penelitian yang digunakan, maka peneliti membutuhkan satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Populasi berdistribusi normal
H1 = Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhfoiqCt6BtvzX2V9zLtfx2peyxkQ1LVEz9bffdNk_BN6yTirlxWAyWtM6sNAFNgK4EasP1G9537Gm7hSyRg8uvwnbfPlxWG_HQZv80P_72CpMpSFuUdBk1KRqIjYUJY5gp1FoerhIiwo/s400/22.jpg
Untuk menentukan uji homogenitas ini dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut:
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjid7goeu3HQTyvfFsDpRsiz583Em0K9he10jYW08u88KFU5sBVxTnzc62L3DSolrTDULdszYWGHaTAuspol2zVsCfu_5aQK1miatlyT8kiZPNzAMFK-LiGNlJRiyjgfy_B52SA2ppAD88/s400/33.jpg

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhfoiqCt6BtvzX2V9zLtfx2peyxkQ1LVEz9bffdNk_BN6yTirlxWAyWtM6sNAFNgK4EasP1G9537Gm7hSyRg8uvwnbfPlxWG_HQZv80P_72CpMpSFuUdBk1KRqIjYUJY5gp1FoerhIiwo/s400/22.jpg
Melakukan uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan analisis variansi. Uji ini menggunakan klasifikasi satu arah dengan langkah sebagai berikut:
Langkah-langkah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu:
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9l7CLfamNyO1C3D9vcruO-3Uv_c-_ylNnN1U-rFqe4H3Bm9qts1s3D2zNYZXHFFP2-aZa5v2WQb_ZEhE606AhIDFGRXN07L1QdOaOmGpUzRSWqoHlJ0jhiRZDVPrrAfRMyfduoiKfmy8/s400/44.jpg
Tabel 7 : Data hasil belajar siswa kelas populasi

Populasi


1
2
K


X11
X12
X1n
X21
X22
X2n
Xk1
Xk2
Xkn

Total
T1
T2
Tk
T…
Nilai Tengah
1
2
k

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjU5Vf0naITs-CczWkzKgN78ZuBZh9HDYwP1OVrIZzHAMxP-AkmJ5wOLdW1e67eOQ8wmIvf1g4OtqsRoHewJWxXS2XCIJQHNsetwN4f3SBViWsqXFgpl6ylnCLEwr8kHEdOLP45pzy2N0U/s400/55.jpg
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD37U4NbDygt-VT242ymVRpDrVIj-vDH58pCRQu3Q-Ogtrx0PFOPnOCDWdTH3-EfeMqQ20vlQiageDLz7cIsWe9ZruNuhss9vCQigk1lCD1PPeym-LLTQuhr1OK7eoma7l5nnEtujhWIs/s400/66.jpg
Mengambil dua kelas secara acak, kelas yang terambil pertama adalah kelas eksperimen dan kelas yang kedua sebagai kelas kontrol.
D.    Variabel dan Data
1.      Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian[19].
Variabel dalam penelitian ini adalah:
a.       Pendekatan inkuiri  dalam pembelajaran matematika sebagai variabel bebas (X).
b.      Hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran dengan pendekaan inkuiri sebagai variabel terikat (Y).
2.      Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah :
a.       Data primer, yaitu data tentang hasil belajar siswa yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.
b.      Data sekunder, yaitu data tentang jumlah siswa yang menjadi populasi dan sampel serta data nilai mid siswa kelas VII SMPN I Candung kab. agam. Data sekunder ini diperoleh dari tata usaha dan guru matematika SMPN 1 candung Kab. Agam.
E.     Prosedur Penelitian
1.      Tahap persiapan
a.       menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
b.      menyusun kisi-kisi dan pedoman observasi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
c.       menyusun pedoman wawancara dan lembar angket untuk siswa
d.      mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan, yaitu model-model bangun datar
e.       menyusun kisi-kisi dan soal tes tertulis untuk siswa yang berbentuk soal uraian
f.       mempersiapkan peralatan untuk mendokumentasikan kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung, yaitu kamera
2.      Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran dilaksanakan sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu kegiatan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Dalam usaha kearah perbaikan, suatu perencanaan bersifat fleksibel dan siap dilakukan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi selama proses pelaksanaan di lapangan.
3.      Tahap Penyelesaian
Guru memberikan tes akhir kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah pokok bahasan selesai dipelajari.
F.     Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Lembar observasi
Lembar observasi ini berbentuk checklist (√) dengan alternatif jawaban “ya” dan “tidak” untuk menandai terjadi atau tidaknya kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan sesuai dengan karakteristik pendekatan inkuiri. Untuk memberikan keterangan mengenai kejadian esensial yang diamati, lembar observasi ini memuat kolom deskripsi. Lembar observasi digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam mengamati secara langsung selama proses pembelajaran.
2.      Angket respon siswa
Angket merupakan kumpulan pernyataan yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai respon siswa terhadap pembelajaran yang telah diikuti. Angket ini terdiri dari dua jenis pernyataan yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Setiap jenis pernyataan tersebut terdiri dari beberapa butir pernyataan. Pernyataan positif terdiri d ari 17 butir dan pernyataan negatif terdiri dari 4 butir. Angket ini berbentuk checklist (√) dengan masing-masing butir pernyataan mempunyai 4 alternatif jawaban, yaitu:
Selalu : (SL)
Sering : (SR)
Kadang-Kadang : (KK)
Tidak Pernah : (TP)
3.       Tes
Tes pada penelitian ini berupa soal uraian yang diberikan pada akhir setiap pelajaran dan berpedoman pada indikator keberhasilan untuk mengungkap kemampuan komunikasi matematika siswa. Jumlah soal tes terdiri dari empat butir soal.   Validitas  adalah  suatu  ukuran  yang  menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2002: 144). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.Tinggi rendahnya  validitas  instrumen  menunjukkan  sejauh  mana  data yang terkumpul  tidak  menyimpang  dari  gambaran  tentang  validitas  yang dimaksud.
Untuk menghitung validitas tes menggunakan rumus Korelasi Product Moment Karl Pearson sebagai berikut :
Keterangan
rxy : Koefisien korelasi antara vasiabel x dan variable y
X : Skor siswa pada tiap butir soal
Y : Skor Total
N :  Jumlah peserta tes
-          Klasifikasi       : rxy menurut Guilford yaitu :
0,00 – 0,20     = Kecil
0,20 – 0,40     = rendah
0,40 – 0,70     = sedang
0,70 – 0,90     = tinggi
0,90 – 1,00     = sangat tinggi
-          Kriteria: rxy≥ rtab tes dinyatakan valid
2.      Reliabilitas
Menurut Sudijono (2001:95) mengatakan bahwa sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliable apa bila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang tepat sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah realibitas (=daya keajekan mengukur) apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil kapan saja dimana saja dan oleh siapa saja ujian itu dilaksanakan, diperiksa dan dinilai.
Untuk menentukan realibitas tes menggunakan rumus Alpa sebagai berikut :
dengan
sehingga :    ∑S1= Sa2+ S122+….
Sedangkan  St2 =
Keterangan :    rn = Koefisien reliabilitas tes
n     = banyaknya butir soal
l      = bilangan konstan
Si2 = varians skor tiap butir soal
St2 = varian soal
Kriteria: rn≥ maka tes tersebut reliable
rn < 0.70 maka tes tersebut reliable
3.      Daya Pembeda
Daya pembeda yaitu kemampuan suatu butir soal untuk dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah. Untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan      : D = Indeks daya pembeda
JBA = Jumlah skor kelompok atas
JBB = Jumlah skor kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa kelompok atas
SMI = skor maksimal ideal
Kriteria            : D ≤ 0,00             = sangat kurang
0,00 < D > 0,20  = kurang
0,20 < D > 0,40  = cukup
0,40 < D > 0,70  = baik
0,70 < D > 1,00  = sangat baik
4.      Indeks Kesukaran
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut Witherington (Sudijono, 2001:317) mengatakan bahwa sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut. Untuk menghitung indeks kesukaran menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan      : IK = Indeks Kesukaran
JBA = Jumlah skor kelompok atas
JBB = Jumlah skor kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa kelompok atas
SMI = skor maksimal ideal
Kriteria            : IK = 0,00            = terlalu sukar
0,00 < IK > 0,20 = sukar
0,20 < IK > 0,40            = sedang
0,40 < IK > 0,70            = mudah
0,70 < IK > 1,00            = terlalu mudah

  Validitas
-          Validitas  adalah  suatu  ukuran  yang  menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2002: 144). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.Tinggi rendahnya  validitas  instrumen  menunjukkan  sejauh  mana  data yang terkumpul  tidak  menyimpang  dari  gambaran  tentang  validitas  yang dimaksud.
-          Untuk menghitung validitas tes menggunakan rumus Korelasi Product Moment Karl Pearson sebagai berikut :
Keterangan
rxy : Koefisien korelasi antara vasiabel x dan variable y
X : Skor siswa pada tiap butir soal
Y : Skor Total
N :  Jumlah peserta tes
-          Klasifikasi       : rxy menurut Guilford yaitu :
0,00 – 0,20     = Kecil
0,20 – 0,40     = rendah
0,40 – 0,70     = sedang
0,70 – 0,90     = tinggi
0,90 – 1,00     = sangat tinggi
-          Kriteria: rxy≥ rtab tes dinyatakan valid
2.      Reliabilitas
Menurut Sudijono (2001:95) mengatakan bahwa sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliable apa bila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang tepat sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian dikatakan telah realibitas (=daya keajekan mengukur) apabila skor-skor atau nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah stabil kapan saja dimana saja dan oleh siapa saja ujian itu dilaksanakan, diperiksa dan dinilai.
Untuk menentukan realibitas tes menggunakan rumus Alpa sebagai berikut :
dengan
sehingga :    ∑S1= Sa2+ S122+….
Sedangkan  St2 =
Keterangan :    rn = Koefisien reliabilitas tes
n     = banyaknya butir soal
l      = bilangan konstan
Si2 = varians skor tiap butir soal
St2 = varian soal
Kriteria: rn≥ maka tes tersebut reliable
rn < 0.70 maka tes tersebut reliable
3.      Daya Pembeda
Daya pembeda yaitu kemampuan suatu butir soal untuk dapat membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah. Untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan      : D = Indeks daya pembeda
JBA = Jumlah skor kelompok atas
JBB = Jumlah skor kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa kelompok atas
SMI = skor maksimal ideal
Kriteria            : D ≤ 0,00             = sangat kurang
0,00 < D > 0,20  = kurang
0,20 < D > 0,40  = cukup
0,40 < D > 0,70  = baik
0,70 < D > 1,00  = sangat baik
4.      Indeks Kesukaran
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut Witherington (Sudijono, 2001:317) mengatakan bahwa sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut. Untuk menghitung indeks kesukaran menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan      : IK = Indeks Kesukaran
JBA = Jumlah skor kelompok atas
JBB = Jumlah skor kelompok bawah
JSA = Jumlah siswa kelompok atas
SMI = skor maksimal ideal
Kriteria            : IK = 0,00            = terlalu sukar
0,00 < IK > 0,20 = sukar
0,20 < IK > 0,40            = sedang
0,40 < IK > 0,70            = mudah
0,70 < IK > 1,00            = terlalu mudah

F.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen-instrumen penelitian yang digunakan. Teknik pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Observasi
Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara mengamati dan mencatat kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pedoman observasi.
2.      Angket respon siswa
Angket ini dibagikan kepada setiap siswa yang digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang diikuti dan untuk memperkuat data yang telah diperoleh berdasarkan lembar observasi. Angket berisi tentang pernyataan-pernyataan yang meliputi 3 aspek, yakni
a.    aktivitas komunikasi matematika siswa secara lisan dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri.
b.   aktivitas komunikasi matematika siswa secara tertulis dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri, dan
c.    sikap dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri.
3.      Tes
Tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematika siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Tes dilaksanakan pada akhir pembelajaran
G.     Teknik Analisis Data
1.      Lembar observasi
Data aktivitas yang diperoleh melalui lembar observasi menurut Anas Sudijono dianalisis dengan menggunakan rumus persentase, yaitu:

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIRQaWpAoCmLp_KVRUbjjCpCFN42dYuneLReTKLjJF68lmR7rhd-ZAiXycE-xGZVJlt1GDNWGWJJ7ekAFhpkgDP5UlPQslHYd7AsRZJ8e3ZSD4DIRlDRzQ0PcQOCC849j5GwwPqYOOvPc/s320/95.jpg
Kriteria penilaian aktivitas dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.       Jika persentase penilaian aktivitas adalah 1% - 25% maka aktivitas tergolong sedikit tinggi.
b.      Jika persentase penilaian aktivitas adalah 26% - 50% maka aktivitas tergolong sedikit.
c.       Jika persentase penilaian aktivitas adalah 51% - 75% maka aktivitas tergolong banyak.
d.      Jika persentase penilaian aktivitas adalah 76% - 100% maka aktivitas tergolong banyak sekali[20].
2.      Tes Hasil Belajar
a.      Uji Normalitas
Uji normalitas data pretes dan postes dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi nilai pretes dan postes. Uji normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov-mirnov yang berguna untukmenguji apakah suatu sampel berasal dari suatu populasi dengan distribusi tertentu, terutama distribusi normal.
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Adapun penentuan kesimpulan berdasarkan probabilitas sebagai berikut :
Jika probabilitas (p) > 0,05, maka H0 : diterima
Jika probabilitas (p) < 0,05, maka H1 : ditolak
2.      Uji Homogenitas Varian
Uji homogenitas dilakukan jika kedua kelompok berdistribusi normal, yaitu dengan menguji varian kedua kelompok menggunakan uji F. pengujian tersebut untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama tau berbeda. Sedangkan jika kedua kelompok berdistribusi tidak normal maka dilakukan pengujian non parametik.
H0 : Sampel kedua varians adalah sama
H1 : Sampel kedua varians adalah berbeda
Peneliti menggunakan 2 varian pada sampel in different columns. Dengan ketentuan :
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 : diterima
Jika probabilitas < 0,05 maka H0 : ditolak
3.      Uji Signifikan perbedaan rata-rata
Uji signifikan perbedaan rata-rata digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata kelas eksperimen dan kelas control.
H0 : Rata-rata nilai kedua sampel adalah sama
H1 : Rata-rata nilai kedua sampel berbeda
Pengujian ini menggunakan 2 sampel t pada sampel in different columns. Dengan ketentuan :
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 : diterima
Jika probabilitas < 0,05 maka H0 : ditolak



[1] Asep Jihad.. Pengembangan Kurikulum Matematika. Bandung: Multi Pressindo, 2008,hal 154
[2]Asep Jihad,  Pengembangan …hal 101-102
[3] LH.Santoso, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Pustaka Agung Harapan,2009) h. 385

[4] LH.Santoso, Kamus …., hal 392
[5] Gulo.W, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo, 2002, hal 23
[6] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2001, hal 29
[7] Erman Suherman, dkk.. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI, 2003, hal 7
[8] Erman Suherman, dkk.. Strategi …, hal 57
[9] John M. Echols, Hasan Shadily. (2000). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia, hal 131
[10] [10] LH.Santoso, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Pustaka Agung Harapan,2009) h. 385


[11] Erman Suherman, dkk.. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI, 2003, hal 44
[13] Gulo.W, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo, 2002, hal 23

[14] Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal55
[15] Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), h.19
[16] Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Grafindo, 2004), h.88
[17] Sumardi Suryabrata, Metodologi, … , h.104
[18] Ronal E. Walpole, Pengantar statistika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), h.6
[19] Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Grafindo, 2004), h.25
[20] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan ,(Jakarta:  PT.Raja Grafindo Persada, 2005), h.43
DAFTAR PUSTAKA

Asep Jihad. (2008). Pengembangan Kurikulum Matematika. Bandung: Multi Pressindo
John M. Echols, Hasan Shadily. (2000). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Oemar Hamalik. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Ronal, E. Walpole. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 1993
Santoso,LH, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya: Pustaka Agung Harapan,2009
Seminar Nasional Pendidikan Matematika di FMIPA UNY, 12 Oktober 2004
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1999
Sugeng Mardiyono. (2004). Pengembangan Kecakapan Hidup Melalui Pembelajaran Matematika yang Inovatif. Makalah. Disampaikan pada
Suherman, Eman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia, 2001.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004
W. Gulo. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo
Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group